Lets Get Lost: Guha Tujoh


Perjalanan ke Guha Tujoh ini sebenarnya merupakan lanjutan dari perjalanan yang saya dan kawan saya, Citra, lakukan setelah mengunjungi Pusat Latihan Gajah Saree. Dikarenakan hari masih belum lewat siang dan masih ingin melakukan perjalanan entah-kemana-asal-tidak-pulang, kawan saya mempunyai ide untuk berkunjung ke objek wisata Guha Tujoh. Saya yang pada dasarnya suka diajak jalan-jalan langsung meng-iya-kan saja, walaupun saya juga tidak tahu menahu soal objek wisata Guha Tujoh ini. Kawan saya itu pun cuma tahu arah kesananya tanpa pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya. Selama masih ada papan penunjuk jalan dan masih punya mulut buat nanya walaupun tujuannya antara jelas dan gak jelas, saya siap! Lets get lost mencari Guha Tujoh! Haha..

Makin menjauhi kota Banda Aceh, kami menuju ke arah kota Sigli. Masih menyusuri jalan berliku-liku pegunungan Seulawah kami memacu motor. Sekitar 10km (ini kira-kira ya, gak tau pasti juga soalnya) dari Pusat Latihan Gajah Saree, sudah memasuki wilayah Kabupaten Pidie, kami melihat sebuah plang penunjuk jalan bertuliskan Guha Tujoh dengan tanda panah ke kiri. Dengan pertimbangan kalau-kalau ternyata jarak ke Guha Tujoh terpencil dan susah untuk menemukan SPBU, kami putuskan untuk mengisi bensin terlebih dahulu di penjual bensin eceran yang kebetulan ada di persimpangan jalan itu. Kami mulai menyusuri jalan yang ditunjukkan oleh plang penunjuk jalan itu. Jalanan beraspal bagus itu relatif sepi. Hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. Setelah 18 menit (ini juga kira-kira ya, soalnya gak merhatiin jam :p) kami berkendara, jalan yang kami susuri itu mentok dengan persimpangan ke kanan dan ke kiri tanpa ada penunjuk jalan. Saat-saat sudah tidak bisa memutuskan jalan mana yang akan kami pilih untuk menuju Guha Tujoh seperti ini lah terpaksa untuk tanya ke penduduk sekitar. Kawan saya yang bertugas nanya-nanya. Bukannya saya gak berani nanya atau gimana, tapi karena kawan saya orang Aceh asli yang bisa berbahasa Aceh, lebih enak nanyanya pakai bahasa daerah.

Atas saran seorang abang yang berbaik hati memberi arah, kami belok ke kanan. Jalanan yang tadinya kanan kiri dipenuhi sawah dan tanah kosong mulai ramai dengan rumah-rumah penduduk dan kios-kios tempat usaha penduduk sekitar. Rumah-rumahnya banyak yang masih khas Aceh yang terbuat dari kayu dan beberapa merupakan rumah panggung. Terkejut juga saya ternyata di daerah pedesaan yang lebih tepatnya bernama desa Laweung, yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Muara Tiga, ini cukup ramai juga. Sepertinya mata pencaharian penduduk desa itu adalah nelayan dan petani tambak. Kami tetap menyusuri jalan itu dan tanpa kami sadari ternyata kami sudah berada di pinggir pantai. Ya, jalan yang kami susuri tiba-tiba menjadi sejajar dengan laut. Mendadak kami bingung. Bukankah tujuan kami adalah ke gua yang seharusnya berada di pegunungan atau perbukitan? Kenapa ketemunya malah laut? Jeng jeng!! *Zoom in zoom out* *Fokus hoi ceritanya!!!*

Jalan yang harus kami tempuh ke dan dari Guha Tujoh

Dengan keyakinan kalau kami salah jalan, putar balik lah kami. Setelah beberapa saat kami berkendara, tanpa kejelasan, kami putuskan untuk bertanya lagi. Kebetulan ada seorang ibu-ibu yang sedang duduk santai di bale-bale depan rumahnya. Kawan saya, tetap bertugas sebagai penanya arah, menghampiri dan bertanya arah ke Guha Tujoh, tetap menggunakan bahasa Aceh yang saya tidak mengerti. Dan ternyata pemirsah… jalan yang kami tempuh sebelumnya sudah benar!

Mengikuti saran ibu-ibu itu, kami kembali menyusuri jalan sebelumnya sampai benar-benar habis jalan beraspalnya. Kemudian, jalanan berubah menjadi jalan tanah menjauhi laut dan menuju ke perbukitan. Untung saja cuaca cerah saat itu. Dengan tertatih-tatih dan sedikit perjuangan ekstra, kami telusuri jalanan tanah yang sepi tersebut menuju ke Guha Tujoh. Beruntung jalan tanah yang harus kami lalui itu tidak terlalu jauh sampai akhirnya kami menemukan penampakan objek wisata Guha Tujoh.

Warung-warung sederhana penjaja makanan di depan gua

Kesan pertama, wow, ternyata cukup ramai juga pengunjungnya. Ada beberapa warung seadanya yang menjajakan makanan dan minuman ringan kepada pengunjung. Tidak ada pemungutan biaya atau karcis masuk untuk para pengunjung. Ketika kami mulai memasuki kawasan gua, mendadak banyak sekali remaja dan anak-anak kecil yang menyambut kami. Berbicara dengan bahasa Aceh, mereka menawarkan untuk memandu tur berkeliling gua. Karena ternyata Guha Tujoh ini agak berada di bawah tanah, yang untuk masuk ke gua harus menuruni anak tangga kayu serta tanpa penerangan sama sekali di dalam gua, kami memutuskan untuk memanfaatkan jasa tur berkeliling gua yang ditawarkan itu. Saya kira cukup 1 atau 2 orang yang memandu kami berkeliling gua, tapi ternyata mereka serombongan dengan lebih dari 10 anak dan remaja dengan berbekal senter di tangan masing-masing, ikut masuk ke dalam gua. What?! *garuk-garuk kepala*

Suasana dalam gua sangat gelap. Indra penglihatan kami bekerja keras menyesuaikan dengan keadaan gelap tersebut. Walaupun dengan penerangan yang berasal dari senter yang cukup banyak, rasanya masih terlalu gelap. Suhu udara di dalam gua lebih dingin daripada di luar. Tanpa tahu kemana kaki kami melangkah, kami menurut saja dibawa kemana oleh para pemandu cilik itu. Masih tetap menggunakan bahasa Aceh, mereka menjelaskan kepada kami tentang Guha Tujoh. Mungkin karena melihat saya yang kebingungan, salah satu dari mereka menyadari bahwa saya tidak mengerti bahasa Aceh. Akhirnya dijelaskan juga menggunakan bahasa Indonesia. Beberapa keunikan di Guha Tujoh yang ditunjukkan oleh para pemandu ini adalah batu-batu yang bentuknya unik dan menyerupai benda-benda dan makhluk hidup. Ada bongkahan batu besar yang tampak menggantung dari tanah tanpa penopang suatu apa pun, ada batu yang berbentuk menyerupai sapi, ada yang berbentuk menyerupai burung besar, ada yang menyerupai ranjang pengantin, dan macam-macam lagi. Entah karena daya imajinasi saya yang rendah atau memang agak berlebihan pendeskripsian-nya, beberapa batu itu nampak hanya bongkahan batu bagi saya, tidak menyerupai apapun. Selain menunjukkan batu-batu tersebut, para pemandu itu juga menceritakan hal-hal yang diluar penjelasan rasional dan cenderung berbau mistis. Karena saya tidak banyak mengerti bahasa Aceh, jadi kalau ingin tau apa tepatnya yang diceritakan oleh mereka, ditanyakan saja sama Citra, kawan saya.

Batu yang seolah-olah menggantung

Batu gua yang mirip burung besar

Tur dalam Guha Tujoh itu tidak sesuai dengan ekspektasi kami. Kami mengira akan dibawa ke dalam gua cukup lama dengan mungkin memasuki pintu-pintu gua yang lain (kalo ada), tapi ternyata cuma sebentar. Kurang puas sebenarnya kami harus naik untuk bersua dengan sinar matahari lagi. Tapi bersyukur juga ding kami tidak lama berada di dalam gua. Serem dan pengap juga rasanya kalau terlalu lama. Sebelum kami meninggalkan Guha Tujoh, saya dan kawan saya bermaksud memberikan tips untuk para pemandu. Dengan pertimbangan karena banyak sekali yang ikut memandu, mau memberi sedikit kok rasanya tidak pantas, akhirnya kami memberi sejumlah cukup uang kepada mereka untuk dibagi-bagi. Yah, sekalian berbagi rejeki juga sih sama mereka. Gak sering juga kan kami kesana..

Kalo batu ini mirip apa bentuknya?

Salah satu bagian atap Guha Tujoh

Oh iya, sempat lupa juga ternyata saya untuk menanyakan pertanyaan klise tentang nama Guha Tujoh. Kenapa dinamakan Guha Tujoh? Dan ketika saya melengkapi tulisan ini, hasil dari googling di google (ya kali ada googling yg bukan google :p), ternyata nama Guha Tujoh ini berarti gua yang memiliki tujuh terowongan yang sampai kini masih misterius kondisi dan jaraknya.

Berwisata ke Guha Tujoh cukup menyenangkan bagi saya. Cukup membuat merasakan petualangan kecil di sebuah akhir pekan. Salah satu tujuan wisata yang unik di Aceh. Walaupun sepertinya belum ada perhatian dari pemerintah daerah setempat, Guha Tujoh tetap merupakan suatu destinasi wisata yang bisa menjadi alternatif dalam mengisi akhir pekan. Apalagi yang berjiwa petualang. Tidak saya sarankan bagi yang punya rasa takut terhadap kegelapan atau istilah kerennya achluophobia untuk mengunjungi tempat ini. Bagi yang tidak suka perjalanan jauh dengan jalan berliku dan jalan tanah juga nampaknya kurang cocok. Apabila ada kawan-kawan yang belum pernah kesana dan ingin kesana, saya mau lho jadi guide-nya. Ajak-ajak saya aja. Hehehe…