Hobi Baru Saya: Postcrossing


Kapan terakhir kali kawan menulis surat atau kartu pos, menempelkan perangko di amplop, dan mengirimkannya lewat kantor pos? Atau kapan terakhir kawan berkunjung ke Kantor Pos? Ya, di era semua serba elektronik dan digital ini, saya yakin kebiasaan menulis surat atau kartu pos ini sudah sangat jarang dilakukan. Tapi, tunggu dulu.. Di saat banyak orang lebih memilih berkomunikasi via e-mail, sms, dan beberapa aplikasi messengers, siapa sangka para pecinta kartu pos masih tetap eksis di jaman modern ini.

Kartu pos hasil Postcrossing

Kartu pos hasil Postcrossing

Berawal dari ikutan trip dengan Jejak Kaki maret lalu (sila baca di sini), ada seorang peserta yang bernama Ellis yang membeli banyak kartu pos di Istana Maimun, Medan. Selidik punya selidik, ternyata Ellis memiliki hobi berkirim kartu pos dan bergabung di sebuah jejaring sosial bernama postcrossing, yang memiliki motto “send a postcard and receive a postcard back from a random person somewhere in the world!”. Ya, di postcrossing ini lah para pecinta kartu pos berkumpul dan saling bertukar kartu pos. Langsung terbesit dalam pikiran saya, “sepertinya seru juga”.

Tidak lama setelah itu, saya pun bergabung dengan postcrossing. Tugas pertama saya adalah mengirim kartu pos kepada Sunnyma, seorang gadis SMA asal Taiwan. Kebetulan saya mempunyai sebuah kartu pos bergambar panorama alam yang diambil dari puncak Gunung Geurute, Aceh Jaya. Sebuah kartu pos yang saya temukan terselip di sebuah buku yang saya baca di Perpustakaan Museum Tsunami itulah yang saya kirim ke Taiwan. Dan sebuah kartu pos lagi, bergambar panorama sunset di Ulee Lheue, saya kirim ke Ellis. Walaupun terakhir kali saya mengirim kartu pos adalah ketika masih rajin ikut kuis di majalah Bobo, saya mantapkan langkah menuju ke kantor pos Banda Aceh untuk mengirimkan kartu pos ini. “Kirim ke Taiwan perangkonya Rp. 4.000,-“, kata kakak penjaga loket. Dan, 11 hari kemudian, kartu pos saya sampai di Taiwan. Anehnya, kartu pos yang ke Depok untuk Ellis malah belum sampai. Mungkin karena kartu pos yang ke Depok hanya menggunakan perangko Rp. 2.500,- makanya lama.

Karena terbatasnya kartu pos, saya hanya mengirimkan dua kartu pos itu. Hari-hari selanjutnya adalah berburu kartu pos. Saya bertanya ke kantor pos Banda Aceh ternyata di sana tidak menyediakan kartu pos bergambar. Berdasarkan informasi dari seorang kawan, di Dinas Pariwisata Provinsi Aceh menyediakan kartu pos wisata. Saya nekat berkunjung ke Dinas Pariwisata Provinsi Aceh untuk mencari kartu pos apa saja bernuansa Aceh yang bisa saya kirim. Setelah ngobrol sebentar dengan salah seorang pegawai dan sempat juga dituduh sebagai wisatawan, akhirnya saya pulang dengan membawa satu goodie bag berisi puluhan kartu pos bergambar Kapal Tsunami Lampulo dan beberapa buklet wisata Aceh.

Berbekal kartu pos gratisan tersebut, saya mulai mengirim kartu pos lagi. Dua kartu saya kirim ke Russia, satu kartu saya kirim ke Belanda, dan satu lagi saya kirim untuk mbak Zee yang sepertinya tertarik juga dengan hobi bertukar kartu pos ini. Kartu pos ke Belanda sampai setelah 14 hari. Sedangkan kartu pos ke Russia sudah hari ke-15 sekarang, dan belum sampai juga. Gak heran juga sih kalau ke Russia lama, karena berdasarkan baca hasil sharing di forum Postcrossing Indonesia memang termasuk negara yang paling lama sampai kalau dikirimi kartu pos.

Kartu pos dari Dinas Pariwisata Aceh

Kartu pos dari Dinas Pariwisata Aceh

Suatu pagi seminggu lalu, saya merasakan stres yang teramat sangat karena kerjaan. Sebuah kerjaan direvisi berkali-kali oleh atasan sedangkan masih banyak kerjaan lain yang menumpuk, membuat kepala saya pusing sampai tidak mampu mengerjakan apa pun. Mood bekerja saya hilang. Emosi memuncak. Namun, menjelang siang, saya mendapat sebuah kejutan. Kejutan berupa tiga buah kartu pos unik. Sebuah kartu pos berasal dari Steffen di Jerman, sebuah kartu pos dari Paul di Belanda, dan sebuah kartu pos dari Mbak Zee di Semarang. Benar kata Ellis, bahwa kejutan mendapatkan kartu pos bisa bikin happy. Tiga kartu pos yang saya terima pagi itu membuat mood saya untuk bekerja kembali bagus dan di akhir hari, saya bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.

Karena menerima beberapa kartu pos itu, membuat saya makin bersemangat mengirim kartu pos. Dua buah kartu pos saya kirim lagi beberapa hari lalu. Satu ke Belanda dan satu lagi ke Jerman. Pengennya sih mengirim banyak kartu pos, namun sayang, pengiriman kartu pos dibatasi maksimal lima sebelum kartu pos yang dikirim diterima. Untuk sementara, saya tunggu saja lah kartu pos saya diterima di negeri seberang sana.

Beberapa hari terakhir ini saya habiskan untuk menjelajah dunia postcrossing di internet. Semakin banyak saya melihat koleksi-koleksi kartu pos milik para postcrossers yang unik dan lucu, semakin bersemangat saya ingin mengoleksi kartu pos. Hobi baru saya mengoleksi kartu pos ini mengingatkan masa kecil saya dimana saya, bersama kakak saya, dulu suka sekali mengoleksi perangko. Kalau dipikir-pikir, mengirim kartu pos ke negara lain juga bisa buat promosi wisata Indonesia lho. Dan yang pasti, dengan postcrossing, bisa menambah kawan. Terbukti, saya sekarang berkawan dengan Trond, seorang Norwegian, gara-gara dia ingin sekali mendengarkan lagu berbahasa Aceh. Jadilah saya beberapa waktu belakangan ini sibuk berbalas email dengan Trond untuk mengirim lagu-lagu berbahasa Aceh plus men-translate lirik lagunya ke dalam Bahasa Inggris. Bahkan belakangan, Trond juga tertarik dengan lagu-lagu berbahasa Jawa dan Sunda!

Seru kan hobi baru saya? Tertarik untuk ikutan postcrossing?