Sampoiniet Trip Part 2: Elephant Bathing
Berkemah di dekat kandang gajah malam sebelumnya bisa dibilang tanpa kendala apa-apa. Saya tidur cukup nyenyak, walaupun beberapa kali mendengar suara nyaring gajah yang mirip terompet. Saya sih berpikiran positif bahwa suara itu berasal dari gajah-gajah yang berada di camp, walaupun Mas Tardi sempat khawatir itu adalah suara gajah liar yang mendekati camp. Lain saya lain 2 teman setenda saya. Mereka bukan hanya mendengar suara gajah, tetapi juga mendengar suara langkah kaki babi hutan di dekat tenda. Bagaimana ya kalau serombongan gajah liar dan babi hutan menyerbu camp semalam? Wah, saya tidak mau membayangkan.
Agenda hari ini adalah memandikan gajah. Sebenarnya Mas Tardi menawari kami untuk tubing lagi. Namun karena kali ini kami diharuskan membawa sendiri ban ke sungai di tengah hutan, kami menyerah. Pagi-pagi dan masih lapar, rasanya cukup malas memang untuk trekking masuk hutan sambil membawa ban segede gaban. Kami memilih menghabiskan waktu pagi kami dengan bermain bersama Rosa. Gajah mungil ini ternyata senang sekali bermain dengan manusia. Tingkah lakunya membuat kami tergelak.
Usai sarapan dan berberes tenda, ternyata kami tidak langsung memandikan gajah. Mas Tardi mempunyai kejutan buat kami. Di tanah lapang sebelah kiri bangunan utama camp sudah tersedia 7 bibit tanaman kakao lengkap dengan 7 buah lubang di tanah. Satu persatu dari kami didaulat untuk melakukan penanaman bibit itu. Saya terharu. Sambil menanam pohon saya merasakan kecintaan saya dengan alam semakin bertumbuh. Dalam hati saya bertekad akan mengingat letak pohon yang saya tanam. Suatu saat saya kembali ke CRU Sampoiniet ini, saya akan menjenguk pohon yang sudah saya tanam.
Sambil menunggu kami selesai menanam pohon, Aziz, Winggo, dan Ida ternyata sudah berbaris di samping bangunan utama camp. Mereka sedang pemanasan. Semacam latihan rutin yang dilakukan setiap pagi. Para mahout memimpin acara senam pagi itu. Berbagai macam instruksi mahout seperti kaki depan naik, kaki belakang naik, duduk, sampai hormat pun dilakukan dengan patuh oleh ketiga gajah itu. Ada kalanya Ida salah menerjemahkan instruksi dan diganjar dengan bentakan oleh mahout. Terkagum-kagum saya melihat para gajah ini begitu disiplin dan patuh sama mahout. Sepertinya memang ada ikatan batin yang kuat antara gajah dengan mahout-nya.
Senam sudah usai dan kini saatnya beranjak menuju sungai. “Ayo, siapa mau naik gajah sendiri tanpa pelana?”, tanya seorang mahout. Saya mengajukan diri tanpa ragu. Kali ini saya memilih menaiki Winggo. Ya, saya menaiki Winggo dari camp menuju sungai. Tidak jauh memang, tetapi saya ingin merasakan menjadi mahout walaupun sebentar. “Kalau mau belok kanan goyangkan kaki kiri, kalau mau belok kiri, goyangkan kaki kanan”, mahout menjelaskan sambil tetap menuntun Winggo dari depan. Awalnya cukup deg-degan dan kikuk tetapi saya mencoba menyesuaikan. Saya merasa Winggo tahu kalau yang berada di punggungnya bukan seorang mahout. Pasalnya, ketika berada di jalan turunan, Winggo memilih berjalan pelan dan memilih melewati jalan yang relatif landai. Berbeda ketika di hari sebelumnya ketika kami melakukan jungle trekking.
Sesampai di sungai, Aziz, Winggo, dan Ida dibiarkan berendam dan bermain-main air sendiri di tengah sungai. Menurut penjelasan seorang mahout, gajah sangat senang bermain air. Agar kegiatan mandi ini menjadi suatu sarana refreshing bagi mereka, gajah diberikan waktu bermain dulu sebelum dimandikan. Kalau saya amati, sepertinya Ida tidak sepatuh Aziz atau Winggo. Dari ketika latihan pemanasan sebelum mandi juga Ida terlihat kurang patuh. Pun ketika dipanggil untuk mandi, Ida tetap asyik bermain air di tengah sungai.
Para gajah sudah dalam posisi siap dimandikan dan para mahout juga sudah siap memandikan. Dengan penuh semangat, saya langsung bergabung dengan mereka di dalam sungai. Saya membawa sikat untuk menggosok kulit gajah. Sikat yang dipakai adalah sikat besar seperti yang kita pakai untuk membersihkan kamar mandi. Saya menggosok punggung Aziz dengan penuh kasih sayang. Setelah Aziz, bergantian saya gosok Winggo dan Ida. Sesekali mahout berteriak, “mandi atas!”. Seketika para gajah itu menyemburkan air melalui belalai ke arah punggungnya. Saya dan teman-teman pun merasakan kegembiraan seperti layaknya anak kecil diberi mainan. Kami menceburkan diri ke sungai dan bermain air bersama ketiga gajah itu. Rasanya saya ingin lebih lama di sini. Saya ingin bermain dan merawat mereka di sini. Saya jatuh cinta kepada gajah-gajah ini.
Testimoni untuk Pelagisindo
Seperti yang sudah saya ceritakan di posting-an sebelumnya, baru pertama kali ini saya menggunakan jasa Pelagisindo Tour & Travel. Walaupun Pelagisindo ini adalah perusahaan baru, namun saya merasakan pelayanan mereka yang profesional. Harga yang ditawarkan juga relatif murah. Untuk paket wisata jungle trekking, tubing, dan elephant bath tour, harganya Rp. 500.000,- per orang dengan durasi 2 hari 1 malam. Kenapa saya bilang relatif murah? Karena di Tangkahan, untuk trekking naik gajah saja dikenai tarif Rp. 650.000,- per orang! Kata Mas Tardi, untuk trekking naik gajah, di Sampoiniet ini hanya dikenai tarif Rp. 300.000,-. Dan kami membayar Rp. 500.000,- itu sudah termasuk fasilitas ban dan life jacket untuk tubing, makan 3 kali, air minum dalam kemasan, menginap di tenda atau di pondok, bibit pohon, dan transportasi Banda Aceh – Sampoiniet pergi pulang! Itu sebenarnya harga promo sih. Kabarnya, mulai 2013 ini harganya naik.
Tidak seperti perusahaan tour & travel lain yang masih fokus di bidang mass tourism, Pelagisindo sudah concern dalam bidang ekowisata. Terbukti dari paket wisata yang ditawarkan serta aktifitas yang dilakukan selama berwisata. Seperti pemberian bibit pohon yang harus kami tanam misalnya. Selain itu untuk paket wisata jungle trekking naik gajah ini juga dibatasi maksimal untuk 9 orang. Dan lihat juga berbagai paket wisata lainnya di situsnya. “Tujuan jangka panjang saya memang untuk mengajarkan kepada orang lain betapa pentingnya alam bagi manusia. Bahwa alam kalau dirawat itu bisa lebih menghasilkan bagi manusia”, kata Mas Tardi. Saya terharu mendengarnya.
Bagi saya pribadi, alasan saya membeli paket wisata ini karena Gajah Sumatra adalah critically endangered species. Dalam usaha melindungi dan merawat para gajah, CRU juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Inilah sedikit dari peran saya untuk ikut memberikan rejeki bagi para mahout dan pihak-pihak yang berhubungan dengan pelestarian gajah ini. Sangat kecil dan hampir tidak ada peran saya mungkin. Tapi dari sesuatu hal kecil yang positif bisa jadi sesuatu yang besar bukan?
Selain itu, wisata ini juga saya jadikan untuk sarana edukasi bagi diri sendiri. Kita tahu di berbagai media sudah banyak pemberitaan terjadinya konflik antara gajah dengan manusia. Banyak gajah yang merusak kebun dan perkampungan warga. Apa kita harus menyalahkan gajah? Kita, manusia, dikaruniai akal, pikiran, dan perasaan. Seharusnya kita yang harus disalahkan kalau sampai suatu saat gajah punah. Dengan berwisata berkunjung ke CRU dan melakukan aktifitas yang dekat dengan gajah, menjadikan saya orang yang lebih peduli dengan alam, terutama peduli dengan keberlangsungan eksistensi gajah sumatra.
Jadi, bagi teman-teman yang ingin berwisata alam melakukan aktifitas dengan gajah, yang berada di Aceh, tidak perlu jauh-jauh ke Tangkahan. Di Sampoiniet, Aceh Jaya sudah tersedia wisata serupa. Saya rekomendasikan Pelagisindo untuk menemani perjalanan kalian. Karena pengalaman saya bersama Pelagisindo is beyond my expectation 😀
amazing!
SukaSuka
Thank you 😀
SukaSuka
kayaknya gak berhentiberhenti nih jalanjalannya Mas
SukaSuka
Ini jalan-jalannya buat mengisi waktu luang kok Kun. Hehe
SukaSuka
Hehe. Waktu luangnya saban akhir pekan Mas
SukaSuka
menarik sekali, sy sama sekali ga tau kalau di aceh ada paket wisata yang begini, taunya cuma sabang, sabang dan sabang….. Pengen coba tapi kayaknya suamiku bukan tipe yg tertarik dengan ekowisata begini….. Dibanyakin lagi lah posting yang begini, terutama ya wisata unik di aceh….
SukaSuka
Bu Marini silahkan berkunjung ke Blog kami untuk beberapa paket unik ekowisata lainya. Mas Ari maaf promosi sedikit.
SukaSuka
Kebanyakan orang memang tahunya di Aceh hanya Sabang. Padahal di Aceh banyak sekali potensi ekowisata yang edukatif dan menarik. Makasih kunjungannya mbak 😀
SukaSuka
Kami sangat berterimakasih dengan dimuat dan di publish-nya tulisan ini, apalagi testimoni-nya yg tidak mulu tentang kesenangan kita melainkan sedikit kampanye tentang hutan dan habitatnya- Terimakasih mas Ari, saya kagum dengan anda dan kawan semua, ayo kita lebih peduli terhadap alam dan lingkungan.
Oh iya sekedar mengingatkan mungkin lain kali kalo naik gajah sendirian, kalau mau belok kanan itu tekan sebelah kiri begitu juga sebaliknya kalau mau ke kiri tekan yg sebelah kanan.
Terimakasih.
SukaSuka
Sama-sama mas. Oh iya, itu soal navigasi gajahnya nanti saya ralat deh di artikelnya. Makasih mas 😀
SukaSuka
astagah, keduluan kamu ternyata, pas waktu aku bilang mau naik gajah ke Bali Safari sama Waikambas. Btw, kok kamu jadi berewokan gitu ya wkwkwkwk 😀
SukaSuka
Jauh yaa mau naik gajah harus nyeberang pulau dulu :p Enakan aku dong di sini cuma 3hrs away dari Banda Aceh. Hahaha..
Soal brewok, iya nih lagi malas cukur. Hehehe
SukaSuka
Reblogged this on avantgarde and commented:
wisata alternatif di sabang untuk yang bosan ke tempat yang itu-itu saja di Aceh
SukaSuka
wuaaaaaaaaaah,,,,
ada gajaah
*kejang-kejang*
oh, ini ada tour wisata ya bang? kayaknya seru ya bisa maen-maen sama gajah. nurul pengen juga.
sampoinet itu daerah mana bang?? :O
SukaSuka
Iya, ini paket tour wisata. Kalau tertarik, coba aja hubungi Pelagisindo. Sampoiniet itu di daerah Aceh Jaya. Dekat Calang. Gak jauh lah dari Banda Aceh.
SukaSuka
wuah… kayaknya seru ya bang.
baru tau ada paket wisata maen2 sama gajah.
*telat kali anak banda ni*
hahahhaha
SukaSuka
wonderful elephant story!
SukaSuka
Ping balik: Sebuah Catatan Usai Berbulan Madu | The Science of Life