Ironis Miris Pantai Lange


20130329-IMG_4338

Pantai Lange, memesona

Terhampar tepat di depan penglihatan saya padang rumput nan hijau, butiran pasir halus berwarna putih kekuningan, dan birunya air laut yang berombak garang. Elok berlapis. Itulah pantai Lange. Tersembunyi di balik perbukitan di Aceh Besar, tak disangsikan pantai ini jelas menyimpan pesona. Tapi, apabila dilihat lebih dekat, ada ironi yang membuat hati saya miris.

***

Suara dengungan serangga penghuni pepohonan mendadak sirna. Bahana monyet Thomas Leaf di kejauhan pun tetiba menghilang. Suara indah alam itu berganti menjadi raungan kencang. Saya yang berjalan perlahan di tengah hutan sedikit kaget. Saya sudah terlalu jauh dari jalanan beraspal pun berbatu tanah. Tidak mungkin itu suara motor trail digeber. Saya menerka-nerka. Mungkinkah?

Setapak demi setapak jejak kaki saya mulai tertinggal di belakang dan suara raungan itu semakin kecang terdengar. Terkadang suara raungan itu berhenti sejenak. Namun terdengar lagi memekakkan telinga. Tak terasa matahari semakin menyengat. Saya menengadahkan kepala. Rupanya dedaunan rindang yang melindungi saya dari sengatan matahari berubah menjadi jarang-jarang. Pepohonan pun berjarak. Sambil membetulkan letak pelindung kepala, saya tetap melangkahkan kaki. Mendadak saya terhenti. Terkesiap, saya kaget melihat pemandangan di depan saya. Tebakan saya benar.

20130330-IMG_4491

Legal or ilegal logging?

20130330-IMG_4492

Tumpukan papan hasil penebangan

20130329-IMG_4323

Batang kayu di hutan yang luput dari penebangan

Semacam pitak yang menodai lebatnya rambut di kepala, hutan lebat yang saya lewati menuju Lange gundul di tengah. Suara raungan yang terdengar di kejauhan ternyata gergaji mesin. Tak berdaya pepohonan setinggi puluhan meter itu melawannya. Jatuh berkeretak menuju bumi. Andai pepohonan itu bisa merasakan sakit, mereka pasti menjerit. Saya mendekat. Di tengah tanah lapang akibat penggundulan itu terdapat pondok di mana saya melepas lelah sejenak.

20130330-IMG_4490

Balok kayu hasil penebangan

Entah ilegal entah legal, namun penggundulan hutan itu sangat mengganggu saya. “Ini mau dibuat kebun durian dan kopi”, sambil duduk santai mengawasi rekannya menebang pohon, seorang pria paruh baya berbadan liat berbincang kepada saya. Saya terlalu curiga untuk mempercayainya. Di sekitar pondok terlihat papan-papan dan balok-balok kayu berukuran simetris. Rupanya ini hasil kayu yang mereka tebang. Tak lama, saya melanjutkan perjalanan.

Jalur menuju pantai ternyata tidak susah. Sepanjang jalan setapak melintang ranting-ranting yang tersusun rapi. Tidak mungkin kayu-kayu itu diangkut menuju pintu masuk hutan. Lebih gampang dibawa menuju pantai kemudian diangkut kapal dari sana. Saya menerka, ranting melintang di jalan ini  untuk memudahkan mereka mengangkut kayu.

Berpuluh menit kemudian, sampailah saya di Pantai Lange. Di sebelah kiri pantai terdapat aliran sungai kecil yang berair cukup jernih. Yang menarik perhatian saya di sana adalah setumpuk papan dan balok kayu teronggok di pinggir sungai. Menjelang malam sebuah perahu terlihat bolak-balik ingin merapat ke pantai namun urung. Saya yakin perahu itu datang untuk menjemput kayu. Tapi tak dilakukan. Entah karena ada saya dan teman-teman yang sedang berkemah entah karena alasan lain.

Selain penebangan hutan, satu hal lagi ironi di pantai Lange yang molek. Ketika saya menyusuri pantai sepanjang kurang lebih 2 km itu saya menemukan sampah berserak. Bukan hanya di titik tertentu, tapi sepanjang pantai. Memang tidak tampak apabila dilihat sekilas. Tapi, jika ditilik lebih lanjut, di pepasiran pantai berbatasan langsung dengan bukit rumput, berserakan sampah yang mayoritas terbuat dari plastik sisa botol minuman ringan. Bagaimana mungkin di pantai rahasia ini berhambur sampah? Pasti perbuatan para pengunjung tak bertanggung jawab. Ternyata bukan.

20130329-IMG_4356

Sampah di pinggir pantai

20130329-IMG_4359

Sampah dari Thailand

20130329-IMG_4364

Sampah dari Maldives

Melihat sampahnya, banyak yang bukan dari Indonesia. Botol bekas minuman dan lotion dari Malaysia, Thailand, Maldives, India, dan yang terjauh dari Jerman saya temukan. Sampah ini pasti bukan dibawa oleh para pengunjung pantai. Air laut Samudera Hindia yang membawanya sampai ke sini. Saya pernah melihat video tentang sebuah pulau di Pasifik yang ternyata adalah kumpulan sampah laut. Bayangkan sampah plastik dari seluruh dunia berkumpul di sana. Bukan hanya berdampak pada polusi air laut, sampah yang berada di laut ternyata membahayakan satwa laut dan burung. 100.000 hewan laut mati setiap tahun akibat sampah plastik di pulau sampah yang disebut sebagai The Great Pacific Garbage Patch.

20130329-IMG_4360

Sampah berserakan

Di Lange memang kebanyakan sampah impor dari luar negeri, tetapi banyak juga sampah hasil camping atau kunjungan para pejalan di sekitar pantai dan bukit rumput. Walaupun tak sebanyak yang terdapat di pinggir pantai, di sekitar pondok kayu di kaki bukit rumput saya masih melihat sampah bungkus makanan instan, botol bekas air mineral, serta puntung dan bungkus rokok. Alangkah tidak bertanggungjawabnya para pejalan itu. Saya masih bisa merasa biasa saja saat melihat sampah berserakan di tempat umum karena biasanya di tempat umum terdapat petugas kebersihan yang membersihkan. Tetapi kalau melihat sampah di tempat terpencil seperti Lange, rasanya sedih. Andai bisa, saya akan mengangkut sampah itu ke tempat seharusnya. Sayang, waktu dan tenaga saya terbatas. Hanya membawa sampah milik saya sendiri kembali peran minimal saya untuk tidak menambah sampah di sana.

*** 

Tatkala malam menjelang, saya termangu dalam diam bersila di depan tenda. Menyimpan tanya, apakah sebegitu egoisnya manusia hingga merusak alam. Jelas keberadaan hutan berfaedah untuk mereka, tetapi tetap saja dibabat. Pun laut, manfaat yang tak terhingga mereka dapatkan dari sana, namun seenaknya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Laut dan hutan juga tempat hidup makhluk lain, satwa dan flora sebagai penyokong hidup mereka. Sebegitu tidak maunya kah mereka berbagi tempat hidup dengan makhluk lain? Sebegitu serakahnya kah mereka ingin menjajah? Ya, mereka, kita, kalian, adalah manusia yang seharusnya menjaga alam.

(Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, Perjuangan Menuju Lange)