Mengenal Udjo Ngalagena dan Saung Angklungnya


Alkisah, seorang lelaki bernama Udjo Ngalagena melewati masa kecilnya berakrab ria dengan angklung. Kecintaannya dengan angklung yang sudah dimulai sejak usia 4 tahun membawanya menjadi salah satu seniman terkemuka di tanah Sunda. Bakat dan kemampuannya dalam dunia seni tidak disiakan saat dewasa. Selain menjadi guru kesenian di berbagai sekolah di Bandung, Ia juga rajin mengasah kemampuan seninya dengan berguru pada para ahlinya, diantaranya adalah Mang Koko, seorang ahli seni karawitan Sunda, dan Daeng Soetigna, pencipta angklung bernada diatonis. Keahliannya bermain angklung tidak terbatas pada lagu-lagu Sunda dan Indonesia, tetapi juga lagu Belanda. Dengan bakatnya yang luar biasa, tak heran apabila Daeng Soetigna mempercayainya menjadi asisten dalam berbagai pertunjukan seni. Pada tahun 1966, bersama sang istri, Uum Sumiati, Ia mendirikan sebuah pusat pertunjukan, pembuatan kerajinan tangan dari bambu, sekaligus tempat workshop instrumen musik dari bambu. Sebuah tempat yang kita kenal sebagai Saung Angklung Udjo. Lahir pada 5 Maret 1929 dan meninggal pada 3 Mei 2001, Udjo Ngalagena mewariskan sebuah harta luar biasa kepada kita semua. Saat ini, keberlangsungan Saung Angklung Udjo dilanjutkan oleh keturunan Udjo Ngalagena.

Dan inilah kisah saya melawat ke Saung Angklung Udjo..

20121116-IMG_0244

pertunjukan helaran

Setelah membaca sebuah buku tentang pariwisata Bandung berjudul Wisata Parijs Van Java karya Her Suganda terbitan Kompas, saya sangat penasaran dengan salah satu objek wisata bernama Saung Angklung Udjo yang diceritakan di buku itu. Makanya beberapa waktu lalu saat saya berkesempatan ke Bandung, salah satu tujuan utama saya adalah berkunjung ke Saung Angklung Udjo. Mengejar pertunjukan angklung sore hari, cuaca hujan pun memaksa saya membayar lebih angkot yang saya naiki untuk mengantar sampai depan gerbang Saung Angklung Udjo yang berada sekitar 200 m dari jalan raya, tepatnya di Jl. Padasuka No. 118. Bergegas saya membeli tiket masuk pertunjukan seharga Rp. 60.000,- sudah termasuk booklet berisi sinopsis acara dan sebuah kalung berbentuk angklung yang harus dipakai selama menikmati pertunjukan. 

Kursi penonton terisi penuh. Panggung yang dikelilingi oleh tempat duduk berundak seperti di stadion bola terlihat riuh. Saya duduk di kusi paling atas di sisi kanan panggung. Pertunjukan sore itu dibagi menjadi beberapa bagian. Saya mengira hanya sekedar melihat pertunjukan permainan angklung saja, tetapi ternyata di luar ekspektasi saya. Pertunjukan pertama yang saya saksikan adalah helaran. Yaitu sebuah fragmen upacara adat iring-iringan khitanan. Panggung yang cukup luas terlihat riuh dengan iringan anak-anak dan remaja mengangkut tandu dan berkeliling panggung. Beberapa anak membawa payung dan lainnya memainkan angklung yang dibawa masing-masing. Uniknya di sini, anak usia balita pun ikut tampil. Saya terkesima dengan harmonisasi puluhan anak itu dalam memainkan angklung. Tak ada suara sumbang nada angklung lewat di telinga saya. 

20121116-IMG_0265

Sakatalu

Setelah helaran, pertunjukan selanjutnya adalah kolaborasi musik modern dan tradisional yang ditampilkan oleh Sakatalu, sebuah band finalis acara Indonesia Mencari Bakat di Trans TV tahun 2012 lalu. Alat musik modern dipadu dengan suara merdu angklung dan alat musik yang terbuat dari bambu lainnya ternyata sangat menggelitik telinga. Lagu-lagu terkenal saat ini seperti lagu milik Tompi dibawakan dengan nuansa unik dan menyenangkan oleh Sakatalu. Ditambah aksi panggung apik dan jenaka yang dipertontonkan oleh sang vokalis membuat lebih hidup suasana. Semua mata penonton terbius oleh penampilan terpuji dari Sakatalu.

20121116-IMG_0295

Tari Merak

Tak ketinggalan, budaya tarian milik masyarakat sunda pun ditampilkan. Yaitu Tari Merak. Tari Merak dari yang saya lihat, memperlihatkan merak jantan yang menari untuk menarik hati merak betina. Walaupun menggambarkan merak jantan, semua penarinya adalah perempuan. Mungkin dengan alasan lebih gemulai dan memang lebih cocok ditarikan oleh perempuan.  

Berikutnya, anak-anak yang tampil pada pertunjukan pertama kembali ke panggung. Dengan membawa sebuah angklung per anak, kembali mereka memukau penonton dengan permainan harmonisasi angklung yang juara. Sudah tahu kan kalau memainkan angklung harus ramai-ramai karena sebuah angklung hanya berbunyi satu nada? Salut saya melihat anak-anak itu bermain angklung membawakan lagu-lagu mulai dari lagu anak-anak seperti burung kakak tua dan lagu daerah seperti Bungong Jeumpa dan Yamko Rambe Yamko dengan sempurna. 

Gong pertunjukan angklung ini adalah ketika semua penonton diberi angklung satu-satu. Ada 7 jenis angklung yang dibagikan sesuai dengan tangga nada dari do rendah sampai ke do tinggi. Saya mendapat angklung bernomor empat yang berarti nada fa. Setelah itu pembawa acara menjelaskan peraturan bagaimana cara bermain angklung secara bersama-sama. Pembawa acara bak dirigen menunjukkan gerakan tangan yang harus diikuti dengan goyangan angklung oleh penonton pemegang angklung. Misalnya bila pembawa acara menggenggam telapak tangan itu artinya adalah nada sol. Maka semua pemegang angklung bernomor lima menggoyangkan angklungnya bersamaan. Jadi penonton cukup  menghapal dan memperhatikan sebuah tanda saja dari sang pembawa acara yang seusai dengan angka di angklung yang dibawanya. Hampir semua lagu sepertinya bisa kami bawakan bersama. Mulai dari Heal The World-nya Michael Jackson sampai You Raise Me Up milik Josh Groban kami bawakan dengan angklung. Namun sayang, berdasarkan pengamatan, nada fa sangat jarang dipakai. Alhasil saya tidak cukup sering menggoyangkan angklung yang saya bawa. Tapi tak apa, di akhir kunjungan, angklung ini bisa dibawa pulang untuk oleh-oleh. Pertunjukan ditutup dengan menari bersama penonton dan para pemain angklung. 

20121116-IMG_0302

Angklung yang akan dibagi ke penonton

20121116-IMG_0305

Latihan dulu sebelum main angklung

Di sini saya melihat bahwa musik angklung ini bisa menjadi alat pemersatu. Ditunjukkan di sini bagaimana para wisatawan baik domestik dan mancanegara yang menonton pertunjukan bisa ikut berinteraksi dan menghasilkan sebuah karya seni yang berharmoni dalam waktu singkat dan tanpa kenal terlebih dahulu. Anak-anak, remaja, dewasa, pria, wanita, orang Jawa, Sunda, China, Thailand, Perancis, dan banyak lain bisa bersatu dalam alunan musik angklung, saling melengkapi dan saling memahami. Paham dengan porsi masing-masing dalam membunyikan angklung sehingga menjadi sebuah lagu lengkap dan utuh yang merdu didengar. Rasanya damai dan sangat indah. Andai bisa selalu merasakan kedamaian seperti ini di dunia penuh konflik ini. 

Ah, menulis ini saya jadi menerawang. Tidak sia-sia Udjo Ngalagena membangun Saung Angklung Udjo. Manfaatnya terasa sekali. Bukan cuma saya saja yang merasakan pasti. Selain menyenangkan orang lain yang berkunjung ke sana, tempat ini juga menjadi tempat pelestarian kebudayaan angklung di era modern ini. Mendidik generasi muda sebagai para pemain angklung juga menjadi cara yang menurut saya sangat berhasil untuk keberlangsungan budaya ini. Lebih jauh lagi, Saung Angklung Udjo juga terbukti bisa menjadi alat pemersatu. Beruntung saya bisa bisa mengenal Udjo Ngalagena walaupun hanya lewat Saung Angklungnya. Benar-benar jenius ya Mang Udjo Ngalagena.  Semoga Ia mendapatkan tempat yang istimewa di sisi-Nya. Amin.

-Ditulis sambil diiringi dengan alunan angklung dari CD album Arumba Udjo, souvenir dari Saung Angklung Udjo-

IMG_0001

Udjo Ngalagena dalam kartu pos