Lokananta, White Shoes & The Couples Company, dan Pandai Besi


Saya tergelitik dengan artikel tentang Lokananta, sebuah studio musik tua di kota Solo yang ditulis oleh dua orang teman saya, Mbak Zizah dan Halim. Kedua artikel tentang Lokananta itu adalah sebuah informasi baru bagi saya. Beberapa hari yang lalu saya membeli beberapa CD album dari beberapa musisi indie. Ada dua buah album yang mengejutkan saya, karena direkam di studio musik Lokananta. Dua buah album itu adalah dari White Shoes & The Couples Company yang berjudul Menyanyikan Lagu2 Daerah dan album Daur Baur dari Pandai Besi. Berikut saya ceritakan tentang dua album itu..

White Shoes & The Couples Company Menyanyikan Lagu2 Daerah 

White Shoes & The Couples Company (WSTCC) saya rasa adalah band di Indonesia yang paling konsisten dengan gaya retro mereka, baik dalam hal style dan musik. Di tahun 2013 ini mereka merilis sebuah mini album berisi 5 lagu berjudul Menyanyikan Lagu2 Daerah. Saya bisa merasakan bahwa album ini adalah persembahan khusus WSTCC untuk Lokananta. Bagaimana tidak, dalam package album ini, mereka menyertakan gambar mereka yang sedang bergaya di depan Lokananta. Pun dengan cerita mereka, “Kami cukup kaget melihat keberadaan studio yang berada di kota Solo tersebut yang ternyata masih dapat digunakan untuk berkreasi. Tanpa pikir panjang, langsung saja kami berangkat untuk mewujudkan impian lama: merekam lagu-lagu populer berbahasa daerah Indonesia langsung di pabrik aslinya. Seperti layaknya para Bintang Radio serta orkes RRI pada era emas tersebut”.

Untuk lagu-lagu di album ini, saya pribadi belum pernah mendengarnya sebelumnya. Bukan lagu-lagu daerah yang saya kenal semasa duduk di bangku sekolah yang mereka rekam dalam album ini. Adalah musik populer masa Orde Lama yang mereka hidupkan kembali. Bagi mereka, album ini ibarat buku jurnal pengalaman dalam menghidupi roh era emas Orde Lama. Ada karya legendaris seniman Pasundan, Mang Koko Koswara di “Tjangkurileung”, lagu permainan klasik Melayu berjudul “Tam Tam Buku”, serenada Amboina legendaris gaya Broery & The Pros di “Lembe Lembe”, dan lagu pop berbahasa Maluku yang dilantunkan oleh Max Lesiangi di “Te O Randang O”. Musisi-musisi tersebut memang tidak saya kenal sebelumnya. Tapi, berkat album ini, saya mengenal mereka. Dan sesuai dengan harapan WSTCC, rekaman ini pun mendapat tempat spesial dalam kehidupan saya saat ini dan semoga saja di masa mendatang.

Tracklist:

1. Jangi Janger
2. Tjangkurileung
3. Lembe-Lembe
4. Te O Rendang O
5. Tam Tam Buku

20130715-IMG_5658

Pandai Besi Daur Baur

Pandai Besi adalah proyek sampingan dari band Efek Rumah Kaca (ERK). Isi dari album ini adalah rekaman lagu-lagu ERK dari album pertama mereka, Efek Rumah Kaca, dan album kedua mereka, Kamar Gelap, dengan aransemen ulang yang jauh berbeda dari sebelumnya. Berawal dari kejenuhan mereka yang memainkan lagu-lagu yang sama dalam setiap jadwal manggung mereka, tercetuslah ide membuat album ini. Saya mengamini pernyataan Dimas Ario dalam pengantar album ini, “Jika musik ERK lebih terstruktur atau terkesan santun, musik Pandai Besi ini seoerti sebuah versi yang lebih liar dari ERL. Ada banyak letupan yang tak terduga dalam setiap sudut lagu Pandai Besi”. Saya merasa proses Daur Baur lagu-lagu ERK yang ditempa kembali oleh Pandai Besi ini sangat brilliant.

Dan fakta bahwa mereka merekam album ini di Lokananta membuat saya semakin kagum. Saya terbilang telat mengetahui proyek Crowdfunding: Pandai Besi Rekaman di Lokananta beberapa waktu lalu. Saya tahu setelah proyek crowdfunding itu selesai dan heboh di lini masa twitter milik ERK. Bahkan saat itu pun saya belum terlalu ngeh apa itu proyek crowdfunding Pandai Besi. Kekecewaan saya karena tidak ikut berperan dalam crowdfunding sedikit terobati dengan dirilisnya CD Pandai Besi, Daur Baur, yang dirilis oleh demajors. Setelah jatuh cinta dengan ERK beberapa tahun lalu, sekarang saya mengakui bahwa saya juga jatuh cinta dengan Pandai Besi. Good Job deh Cholil dkk!

Tracklist:

1.    “Hujan Jangan Marah”
2.    “Menjadi Indonesia”
3.    “Di Udara”
4.    “Melankolia”
5.    “Jangan Bakar Buku”
6.    “Laki-laki Pemalu”
7.    “Debu-debu Berterbangan”
8.    “Jalang”
9.    “Desember”

20130715-IMG_5659

Saya harus mengacungi dua jempol kepada dua kelompok musisi ini yang sudah berperan aktif dalam melestarikan Lokananta, sebuah aset sejarah dan budaya dalam dunia musik Indonesia. Dengan merekam karya mereka di studio musik yang namanya memiliki arti ‘gamelan di kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh’ ini paling tidak sedikit atau banyak khalayak penikmat musik menjadi aware dengan keberaadaan Lokananta. Semoga lebih banyak orang-orang yang peduli dengan Lokananta.

Tulisan lain tentang Lokananta yang lebih komprehensif: