Bernostalgia di Soto Pak Ngadi


IMG-20130813-00397-1-1-1

Seporsi Soto Pak Ngadi (photo taken with Blackberry 9320)

Tempat yang paling jauh adalah masa lalu. Teringat saya dengan sebuah pernyataan yang dikemukakan oleh Imam Al Ghazali itu. Memang benar masa lalu adalah tempat paling jauh karena sampai detik ini belum ada alat yang bisa membawa kita kembali ke masa lalu. Tapi tadi sore saya merasa kembali ke masa lalu melalui sebuah hidangan kuliner.

Seorang Bapak-bapak berpenampilan biasa saja, dengan kaos berkerah berwarna hitam dan peci hitam khasnya duduk menghisap rokok melalui sebuah pipa. Yang paling saya ingat dari dulu adalah peci hitamnya yang tak pernah lepas dari kepalanya. Ia tampak sibuk melayani pengunjung. Dengan cekatan, Ia ambil mangkok seukuran telapak tangan, diisi nasi, suwiran ayam dan kecambah. Diambilnya sendok kuah yang terbuat dari kayu yang sudah tidak utuh lagi. Kemudian dengan teknik khusus –mengguyur dan menumpahkan kuah di atas kuali berisi kuah panas berkali-kali– Ia mengisi mangok berisi nasi dengan kuah. Tak lupa ditambahkannya kecap manis dan bawang goreng. Dan terakhir, “pedes nopo mboten?”, Ia menanyakan kepada pelanggannya mau pedas apa tidak. Itulah aksi Pak Ngadi dalam menghidangkan sotonya.

Ya, Soto Kemiri Pak Ngadi adalah favorit saya sejak saya SD. Warungnya yang berada sekitar 200 meter sebelah utara Masjid Juwana sudah saya akrabi sejak dulu. Menikmati Soto Pak Ngadi setiap pulang kampung selalu membawa saya bernostalgia. Pesanan saya tetap sama dari dulu. Soto dua porsi dengan lauk paha ayam. Ayam yang dibuat lauk di Soto Pak Ngadi ini ukurannya mungil. Sepertinya memang ayam yang masih belum dewasa yang dijadikan lauk. Terasa dari dagingnya yang lembut.

Sebenarnya Soto Kemiri adalah makanan khas dari Pati. Namun favorit saya tetap Soto Pak Ngadi yang berada di Juwana, salah satu Kota Kecamatan yang berada kurang lebih 12 km dari Kota Pati. Sering juga saya mencoba soto yang ada di kota Pati, namun tak ada yang cocok dengan lidah saya. Soto Kemiri ini adalah soto berkuah santan dengan rasa gurih bercampur manis yang tak ada di tempat lain kecuali di sekitaran Kabupaten Pati (saya sih belum pernah menemukannya di luar Kabupaten Pati).

Dulu, kalau saya diajak Bapak dan Ibu ke rumah Mbah di Juwana, hampir bisa dipastikan saya diajak mampir ke Soto Pak Ngadi. Mengendarai sebuah motor, Bapak di depan, sedangkan saya, kakak saya, dan ibu di belakang, menyempatkan menikmati soto dulu sebelum ke Mbah kalau kami belum makan dari rumah. Haha.. Dulu sih cukup ya satu motor berempat Kadang, kami membawakan soto juga untuk Mbah. Dan saya ingat sekali, Mbah juga suka sama soto ini. Tak jarang pula kami membungkus kuah soto untuk dibawa pulang. Biasanya sih buat saya sarapan esok paginya sebelum berangkat sekolah. Pernah juga suatu ketika saya ke sana bukan dengan Bapak dan Ibu, tapi dengan Pak Wage, pengasuh saya waktu kecil yang sudah saya anggap seperti ayah sendiri. Seperti saya jelaskan di atas, porsi nasi soto Pak Ngadi ini memang kecil. Biasanya memang baru kenyang kalau sudah nambah jadi dua porsi. Lha, ternyata bagi Pak Wage, dua porsi itu masih kurang. Ia nambah lagi. Maklum juga sih porsi makannya banyak karena Pak Wage sehari-hari bekerja sebagai buruh kasar. Mungkin juga Pak Wage merasakan betapa sedapnya Soto Pak Ngadi sampai kalap begitu.

Beberapa hari ini saya memang sudah kepengen banget menikmati Nasi Soto Pak Ngadi. Tapi karena lebaran, baru tadi Ia buka. Jam bukanya setiap hari mulai sore sekitar pukul 5 sore. Di Juwana sendiri memang Pak Ngadi termasuk pionir dalam bisnis soto kemiri ini. Dulu hanya Ia yang berjualan Soto Kemiri di Juwana. Sempat juga disaingi warung soto lain, tapi terbukti Pak Ngadi yang tetap bertahan sampai sekarang.

Tak salah memang pilihan saya sejak dulu menggandrungi Nasi Soto Pak Ngadi. Agenda rutin saya kalau pulang kampung ya menyeruput kuah soto Pak Ngadi panas-panas. Kalau Anton Ego, kritikus makanan terkenal di film Ratatouille merasa kembali ke masa kecil saat menikmati hidangan yang dimasak oleh Remy si Tikus, saya pun begitu saat merasakan kembali Soto Pak Ngadi. Sudah hampir dua dekade saya menjadi pelanggan setia Soto Pak Ngadi. Walaupun keadaan sekarang sudah berubah, saya sudah dewasa, Mbah saya yang suka soto pun sudah tiada, namun Soto Pak Ngadi selalu dalam hati saya. Kemana pun saya berkelana, kalau saya pulang kampung, pasti saya akan menyempatkan menikmati semangkok Soto Pak Ngadi.