Jak Ek Tangen U Bandara Blang Bintang


20131214-IMG_7466

Jalan tepi Krueng Aceh

Kok judulnya pakai Bahasa Aceh? Tenang, saya bukan mau nulis pakai Bahasa Aceh kok. Walaupun saya sudah 5 tahun lebih tinggal di Aceh, saya masih belum bisa juga berbahasa Aceh. Emang gak pernah belajar serius juga sih. Hehehe.. Ini pun bikin judulnya minta diartiin sama temen. Kata temen sih judul itu artinya ‘Bersepeda ke Bandara Blang Bintang’. Ya, seperti judulnya, saya memang akan bercerita tentang kisah bersepeda ke Bandara Blang Bintang pada akhir pekan lalu. 

Bandara Blang Bintang atau lebih dikenal dengan Bandara Sultan Iskandar Muda adalah bandara kebanggaan milik Aceh yang melayani rute penerbangan ke berbagai kota di dalam dan luar negeri. Saya sebut di sini sebagai Bandara Blang Bintang karena memang letaknya di Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, sekitar 20 km dari pusat kota Banda Aceh. Jalur Banda Aceh – Blang Bintang rasanya cukup menantang untuk ditaklukkan dengan kayuhan sepeda.

Desember, kalau kata orang Jawa berarti “gede-gedene sumber”. Artinya, desember memiliki curah hujan yang tinggi. Tentu, saat curah hujan tinggi tanaman padi pun menghijau di persawahan. Bukan suatu kebetulan jika kami memilih rute menuju Blang Bintang untuk kami susuri. Karena sepanjang rute itu, persawahan hijau membentang. Tapi kami tidak menempuh jalur jalan raya. Kami memilih blusukan di perkampungan. Untung saja pagi itu hujan tak menyapa seperti malam sebelumnya.

20131214-IMG_7471

Persawahan hijau berlatar belakang perbukitan

Rute awal sebenarnya adalah rute yang pernah kami lalui beberapa waktu lalu, kami menamakan rute paddy fields. Menyusuri jalan beraspal di samping Krueng Aceh dari Kuta Alam, selain karena langit berawan, tubuh kami juga terlindungi oleh rimbunnya pohon pinus di sepanjang bantaran sungai.  Tak terasa terik sama sekali. Melewati jembatan layang di Gampong Pango, jalan yang tadinya beraspal mulus berganti setapak tanah keras. Kayuhan terus berlanjut tembus di jembatan dekat Pasar Hewan Ulee Kareng. Hiruk pikuk transaksi hewan ternak menemani pagi itu.

Rute berbelok masuk ke wilayah Kecamatan Ingin Jaya. Di sinilah mulai tampak hijaunya persawahan berlatar belakang jajaran Perbukitan Barisan. Hijaunya menyapa mesra indra penglihatan kami. Di tengah sawah, banyak para petani yang sedang menggarap sawah mereka. Sesekali sesungging senyum membentuk di wajah mereka membalas sapaan kami. Sebelum masuk lebih jauh ke jalan gampong membelah persawahan yang lain, kami menemukan sebuah bangunan penggilingan padi. Namun sunyi, tak ada aktivitas di sana.

20131214-IMG_7481

Melintasi persawahan

20131214-IMG_7477

Petani menggarap sawah

Berkali-kali jalanan beraspal silih berganti dengan jalan tanah. Terkadang berlumpur, terkadang mulus. Tak sedikit penduduk gampong menyapa kami lebih dulu saat berpapasan, “ho meu jak?”. Mungkin mereka sedikit merasa aneh ada rombongan pesepeda yang menjajah gampong mereka sehingga kami ditanya mau pergi ke mana. “Meu jak u Bandara Blang Bintang”, kami pun menjawab santun dengan tetap mengayuh pedal basikal.

Saat kaki terasa lelah mengayuh, kami pun berhenti sejenak di pinggir pematang sawah sambil mengunyah buah pisang, bekal kami. Bekal buah pisang memang sering kami bawa ketika bersepeda yang membutuhkan waktu tempuh berjam-jam. Dengan kandungan kalium dan potasium yang membantu sirkulasi tubuh serta kandungan gula yang mudah dicerna tubuh sebagai sumber tenaga, saya rasa buah pisang adalah bekal yang cocok untuk kami. Terbukti, rasa lelah pun sirna dengan cepat karena buah pisang.

20131214-IMG_7485

Rehat sejenak

20131214-IMG_7505

Sawah sekitar Bandara

Setelah kurang lebih dua setengah jam bersepeda santai, akhirnya sampai juga ke check point kami, Warung Makan Aditya. Warung makan ini terletak tidak jauh dari runway pesawat Bandara Sultan Iskandar Muda. Saat kami sampai di sana, warung masih sepi. Maklum, baru saja buka. Biasanya waktu makan siang, warung makan ini dipenuhi para pemburu kuliner. Mendadak perut saya berontak ingin diisi. Kayuhan demi kayuhan pedal terasa sangat worth it saat terhidang sepiring penuh ayam goreng di depan saya. Sajian khas ayam goreng warung ini memang sudah terkenal. Dikenal dengan nama ayam ‘kaki panjang’ atau ayam ‘pramugari’, ayam goreng berpenampakan mirip dengan ayam tangkap —lengkap dengan dedaunan pandan dan daun salam koja— ini menjadi favorit saya. Rasanya gurih dan bikin nagih. Dua piring ayam goreng tandas kami santap bertujuh. Dan, selain ayam, sajian nikmat lainnya dari warung ini adalah gulee kameng (gulai kambing khas Aceh). Semakin nikmat saat salah satu kawan saya memesan gulee ulee kameng (gulai kepala kambing). Selama hampir 1 jam, kami berjibaku menghabisi seonggok kepala kambing. Badan pun menjadi panas tanpa pelampiasan *halah*.

Tak afdol rasanya sudah berbasikal sampai ke Bandara jika tidak mengabadikan gambar pesawat yang sedang landing atau take off. Kebetulan saat itu jam menunjukkan hampir pukul 12.00. Saya tahu beberapa saat lagi pesawat Garuda Indonesia akan segera lepas landas. Saya kayuh sepeda menuju ujung Bandara. Tak menunggu lama, saya berhasil mengabadikan pesawat Garuda Indonesia lepas landas lengkap dengan pemanis hewan ternak sedang merumput dalam sebuah frame foto. Namun rasa puas itu mendadak terasa pahit saat saya tersadar bahwa perjalanan pulang sungguh terasa jauh. Sedangkan sang surya sudah mulai menunjukkan kegarangannya. Terus aku kudu piye?

20131214-IMG_7499

Garuda Indonesia terbang landas