Sisi Lain Keindahan Geurute
Pernah melihat lanskap di atas? Melihat lewat gambar atau secara langsung? Bagi yang sudah pernah melihat, pasti bisa menebak. Ya, namanya Geurute. Geurute menjadi salah satu iconic landscape jalur Banda Aceh – Calang. Letaknya yang berada di puncak bukit sekaligus tepat di pinggir jalan raya memungkinkan para pelintas kabupaten dari Banda Aceh menuju sepanjang pantai barat Aceh atau sebaliknya, rehat di sana. Selain melepas lelah, tujuannya juga untuk rekreasi. Apalagi kalau bukan untuk menikmati lanskap indah seperti gambar di atas. Sepanjang jalan, berjejer warung-warung kopi. Menyesap hangatnya kopi atau mengunyah kudapan-kudapan ringan sambil menyaksikan panorama menggoda, pasti lelah pun akan sirna.
Tapi di balik keindahan itu, ada sesuatu yang menggelitik otak saya. Akhir pekan lalu, saya dan beberapa teman berkunjung ke sana. Kami sengaja membawa durian yang kami beli di daerah Lhoong untuk kami nikmati bersama sambil bersantai di Geurute. Kami memilih warung yang berada di tengah, sebuah warung yang memiliki bagian belakang yang cukup luas dan menjorok agak jauh dibanding dengan warung-warung sebelah.
Awalnya kami biasa saja duduk santai sambil bersenda gurau. Namun, lama kelamaan saya agak terganggu dengan suara berisik yang berasal dari bawah warung yang memang berada di atas jurang. Saya pun melongokkan kepala ke arah suara itu. Ternyata di sana ada sekelompok monyet ekor panjang yang berebut sisa-sisa makanan. Bukan sisa makanan biasa, tapi sampah! Saya syok. Di bawah sana penuh dengan sampah plastik. Bersanding dengan lanskap memukau, ternyata ada pemandangan yang menodai mata.
Untung sore itu kami tidak menikmati produk yang berpotensi menambah sampah plastik. Kami memesan minuman yang dihidangkan di gelas. Memang sih kami membuang kulit dan biji durian ke jurang itu juga, tapi kalau kami boleh membela diri, kan yang kami buang sampah organik, sampah yang gampang membusuk. Sisa-sisa buah duriannya juga bisa dimakan oleh binatang di bawah sana. Walaupun pada akhirnya kami pun membeli minuman kemasan plastik, kami bawa botol-botol plastik milik kami itu ke mobil. Karena saya yakin, bukan cuma pengunjung saja yang membuang sampah di sana. Kalaupun kami tinggal di meja, pasti si pemilik warung akan membuangnya ke sana juga.
Sedih gak sih di Geurute tersimpan sisi lain yang tidak menyenangkan seperti sampah ini? Kalau seperti ini terus, bukan tidak mungkin polusi alam akan merenggut keindahan Geurute. Buat yang udah pernah berkunjung ke sana, hayo ingat-ingat lagi pernah ninggalin sampah plastik gak di sana? Buat yang belum pernah ke sana, kira-kira akan pedulikah soal sampah setelah membaca ini? Hmmm.. *Kemudian berubah jadi Wall-E, bersihin sampah*
Pemandangannya cantik. Ikut sedih dengan tumpukan sampahnya 😦
SukaSuka
Iya mas. Pemandangan klasik wajah wisata di negeri kita nih kayak gini 😦
SukaSuka
Yaampunn Mas Ari…. Itu parahnya. sedih banget lihatnya. Orang kok ga punya rasa cinta sama bumi ya Mas. 😦
SukaSuka
Iya mas. Kalau di Aceh mungkin karena udah sering lihat alam bagus kali ya mas. Makanya orang-orang jadi cuek. Jadi ingat quote, “We don’t know what we have until it’s gone”
SukaSuka
baru tahu Geuretu darimu 🙂
SukaSuka
iyalah Win. Kamu kan belum pernah ke Aceh. Hehehe.. 😀
SukaSuka
April ah mau coba 😀
SukaSuka
April tanggal brp Win?
SukaSuka
aku ke medan tgl 16 ampe 22 april kayaknya mw coba ke aceh tgl 18-21
SukaSuka
wah sayang banget… sampah…
SukaSuka
Sepertinya problem utama tempat wisata di Indonesia secara umum memang sampah ya Jo..
SukaSuka
Miris 😦
SukaSuka
Iya kak. Soalnya kebanyakan kan pada menulis tentang keindahannya. Jadi miris kalau kenyataannya begini 😦
SukaSuka
Ini memang sebuah masalah, pengunjung memang tidak akan merasa dan pernah membuang sampah kejurang tersebut karena itu biasanya dilakukan oleh penjual yg membuang sisa2 sampah kita. Bukan saja di geurutee di 0 km pun sama, Brastagi jg, Sare, Indrapuri dan beberapa tempat di sumatra atau aceh yg menyajikan pemandangan ketinggian dan berwarung yg pernah saya kunjungi kasusnya sama. Pada titik tersebut aku ambil keputusan untuk tidak membeli makanan apapun, sebagai hukuman buat sipenjual supaya dia tidak jualan disitu lagi dan tempat itu tidak ada penjual supaya pemandanganya bisa lbh lepas.
SukaSuka
Makanya mas, aku baru sadar kemaren pas ke sana. Sebelumnya gak pernah merhatiin bawah. Terpukau sama pemandangannya aja
SukaSuka
Ari, kamu berapa lama lagi di aceh hihi
SukaSuka
Tiga mingguan kayaknya mbak. Awal maret udah di Jakarta sepertinya
SukaSuka
waahh… sudah dicat ulang rupanya, udah gak terlihat mistis kayak dulu..
dulu ke sana pas puasa, clingak-clinguk di bawah warung saat itu tak sempat terpikirkan, cuman menatap sunset aja 😀
SukaSuka
Maksudnya dicat ulang gimana Mas?
Kalau terpukau sama pemandangannya memang suka gak merhatikan sisi lainnya mas. hehe
SukaSuka
tulisan ‘puncak geurute”nya sudah di cat ulang, dulu pas kesana tengah tahun 2012 masih pada karatan
SukaSuka
pemandangannya keren banget mas Ari,,,,sayang sampahnya dibuag sembarangan gitu 😦
btw Mas Ari mau pindah dari Aceh?
SukaSuka
Iya Ira. Keren tapi gak terjaga. iya nih, bentar lagi aku pindah dari Aceh
SukaSuka
wah pindah ke mana mas Ari?
SukaSuka
Insya Allah ke Jakarta 🙂
SukaSuka
Asyik banget nichhh 😀
SukaSuka
Pemandangannya asyik, sampahnya enggak asyik 😀
SukaSuka
Lanskap Geurut indah banget mas. Semoga tetap terjaga keasriannya…
SukaSuka
Iya mas. Indah tapi ironis karena sampah
SukaSuka
Sangat disayangkan tempat yang terkenal seperti Geurute menympan hal yang kurang menyenangkan seperti ini. Memang kesadaran masyarakat kita kurang.
Dengan adanya tulisan ini, buat kita sadar pentngnya membuang samapah pada tempatnya.
SukaSuka
Masalahnya adalah, apakah ada tempat sampah di Geurute? Aku gak yakin juga sih. Langkah lebih bijak adalah kalau kita berkunjung ke Geurute, sampah milik kita dibawa pulang sendiri.
SukaSuka
Bila dlhat dari situasinya nampaknya tidak ada tempat sampah. Ya, lebh bijak sampah dibawa pulang kemudian di buang di tempat seharusnya.
SukaSuka
iya Az, lebih bijak seperti itu
SukaSuka
*speechless
SukaSuka
Iya nih Mira 😦
SukaSuka
Harus ajak anak muda Aceh Jaya nih, lirik-lirik siapa kira-kira yang bisa digerakkah ke TKP. Daripada dilimpahkan ke instansi, salah satu langkah mudah untuk urusan ini adalah anak mudanya yang perlu disentil sama pemilik tempat usaha disitu. Menarik untuk diteruskan kepada warga setempat!
SukaSuka
Wah, bagus tuh Aul kalau ada yg bisa coastal cleaning di sana 🙂
SukaSuka
waktu ke sana juga sebel pas ngintip ke bawah2 warung koq ya jadi tempat pembuangan samapah? mungkin mereka pikir nggak terlihat dari luar, sehingga enak aja main cemplung2 sampah ke bawah 😦
SukaSuka
Begitulah mbak. Menyedihkan dan menyebalkan 😦
SukaSuka
hari minggu kemaren bawa temen dari M’sia, trus sewaktu si ibu pemilik warung buang sampah kebawah situ….mas arie nanya “kok dibuang kebawah bu?” si ibu jawab….”semua org jg buangnya kemari”….trus nanya lagi “emang gak dikumpulin trus diangkut petugas kebersihan?” si ibu jawab lagi “petugas kebersihan juga buangnya kebawah situ!” Gubraaakkkk tralala trilili deh
SukaSuka
Waduh.. Kok kek gitu ya bang? Mending gak usah jajan di sana deh daripada nyampah. Atau, sampahnya bawa pulang aja deh..
SukaSuka
sungguh kesihan, ketika ada keindahan, ada pula sampah disana….
SukaSuka
Pasangan ironis yang selalu ada nampaknya
SukaSuka
masukannya pas ini…
semoga tersampaikan…
main disini juga yaa ?
musikanegri.blogspot.com
SukaSuka
Ping balik: Banda Aceh – Meulaboh, Sekeping Kenangan Road Trip Bersamanya  | The Science of Life