Honeymoon Trip: Singkarak by Train


Keindahan panorama Sumatera Barat memang tak terbantahkan. Tapi jika belum melihat sendiri secara langsung, tentu rasanya belum afdhol. Ada banyak cara menikmati panorama alam Sumatera Barat. Salah satunya yang saya dan istri lakukan, yaitu menikmati alam Danau Singkarak dari atas kereta api. Ya, di hari kedua menyambangi Sawahlunto, kami menyempatkan naik kereta api wisata keliling Danau Singkarak.

Kami beruntung singgah di Sawahlunto pas hari minggu karena kereta api wisata jurusan Sawahlunto – Batutabal memang beroperasi hanya di hari minggu. Karena belum tahu waktu keberangkatan kereta, kami pagi-pagi sudah mangkal di depan stasiun Sawahlunto. Bukan hanya keretanya yang belum ada, bahkan museum kereta api yang juga berada di stasiun pun belum buka. Untung saja loket tiket sudah buka. Setelah membeli 2 buah tiket Sawahlunto – Batutabal PP, sambil menunggu museum buka kami mengagumi bangunan stasiun yang antik.

Stasiun Sawahlunto

Miniatur kereta yang dipamerkan di Museum Kereta Api

Miniatur kereta yang dipamerkan di Museum Kereta Api

Dari stasiun Sawahlunto inilah dahulu titik mula jalur transportasi batu bara dikirim ke Pelabuhan Emma Haven atau bernama Teluk Bayur sekarang di kota Padang. Ikon kereta api Sawahlunto, “Mak Itam” menjadi lokomotif utama yang digunakan Belanda untuk mengangkut si emas hitam. Sempat menjadi lokomotif untuk kereta api wisata, lokomotif uap berwarna hitam yang dibuat oleh Esslingen dari Jerman ini sekarang sudah dimuseumkan. Semua informasi itu terbaca jelas saat kami menyambangi museum kereta api menjelang kereta api wisata diberangkatkan.

Menguntit anak-anak. Ibu-ibu kok posturnya kayak anak-anak :p

Menguntit anak-anak. Ibu-ibu kok posturnya kayak anak-anak :p

Tepat pukul 09.30 kereta api diberangkatkan. Selain saya dan istri, gerbong kereta juga dipenuhi oleh penumpang lain yang kebanyakan adalah anak-anak. Saya lalu iri kepada anak-anak ini. Mereka masih bisa menikmati akhir pekan berwisata naik kereta api murah meriah dan dekat dengan alam. Sedangkan  bagi kami, berakhir pekan seperti ini belum tentu bisa kami lakukan setahun sekali.

Kereta api mulai meninggalkan kota sawahlunto perlahan. Deretan bangunan klasik mulai menghilang dan berganti dengan hijaunya persawahan. Kereta api wisata ini melewati 4 stasiun yaitu Muaro Kalaban, Solok, dan Singkarak sebelum berhenti di stasiun akhir, Batu Tabal. Larik demi larik pemandangan molek menyolok mata dan membuat kami berdecak kagum. Hijaunya persawahan telah berganti menjadi pemandangan danau singkarak tepat di samping kereta yang melaju. Beruntung kami duduk di jendela yang langsung menghadap danau. Pantas saja event tahunan balap sepeda tour de Singkarak jadi kondang banget. Wong memang jalur sepedaannya pas di pinggir danau dan melewati suguhan pemandangan ciamik.

Tiba di stasiun Batu Tabal kami sempat bingung mau ngapain. Bangunan stasiun Batu Tabal terkesan seadanya, sepi, dan jauh dari mana-mana. Di sini, kereta api akan berhenti selama 2,5 jam. Saat kami bengong dan masih bingung mau kemana dan ngapain, banyak anak-anak penumpang kereta yang berjalan kaki menjauhi stasiun sambil membawa tikar dan bekal makanan. Karena penasaran, akhirnya kami ikuti saja mereka. Dan keputusan kami  tepat. Sekitar 10 menit berjalan kaki melewati persawahan dan perkampungan terhamparlah pantai wisata di tepi danau singkarak. Walaupun kami tidak berniat mandi-mandi di pantai yang bernama Pantai Tanjung Mutiara itu, tapi kami cukup senang sekedar bersantai di sana.

Jalur Sawahlunto – Batutabal

Ada sedikit drama di pantai ini. Di sini istri saya sempat ngambek dan sampai nangis segala karena masalah sepele. Untuk memasuki pantai ini per orang harus membayar Rp. 2000,-. Namun entah kenapa pantai ini dibagi menjadi 2 wilayah yang jika memasuki wilayah satunya harus membayar karcis lagi. Lha waktu itu istri yang ingin pindah ke bagian lain pantai terpaksa nambah bayar lagi padahal menurut saya kalau pindahnya lewat pinggir pantai gak akan ditagih karcis lagi. Karena perbedaan pendapat itulah akhirnya kami agak berdebat dan istri merasa disalahkan. Padahal lho cuma karena uang receh yang gak seberapa. Hahaha… Kalau diingat-ingat sih lucu juga, tapi pas dulu dingambekin, rasanya ya sedih juga. Maklumlah ya, masih pengantin baru waktu itu. Jadi ya agak-agak lebay gitu.

Pantai Tanjung Mutiara

Pantai Tanjung Mutiara

Cukup ramai di Pantai Tanjung Mutiara

Cukup ramai di Pantai Tanjung Mutiara

20130901-IMG_6608

Nelayan pun ada

Menjelang pukul 14.00 kami kembali ke stasiun setelah sebelumnya shalat di mushala kampung. Sesampai di stasiun, menunggu kereta api bersiap jalan, kami menyempatkan makan siang berupa ketupat rendang di sebuah warung dekat stasiun. Kesan pertama pas memasukkan suapan pertama ke dalam mulut, rasanya asin banget deh. Walaupun begitu, kami tetap tandas makannya. Mungkin karena kelaparan kali ya.

Menu makan siang yang asin banget

Menu makan siang yang asin banget

Perjalanan pulang masih tetap mengesankan bagi kami menikmati alam singkarak. Sore menjelang dan sampailah kami di Sawahlunto lagi. Rencana kami selanjutnya adalah kembali ke hotel untuk mengambil tas yang kami titipkan saat check out di pagi hari lalu menuju tempat mangkal mini bus untuk menuju ke kota tujuan kami berikutnya, Bukittinggi. Namun rencana tinggallah rencana. Karena saat itu sudah pukul 16.00 lebih, ternyata kendaraan umum ke Bukittinggi sudah tidak ada. Pilihan kami adalah antara menginap lagi di Sawahlunto dan pergi ke Bukittinggi keesokan harinya atau pergi ke Padang dan berharap masih ada kendaraan umum ke Bukittinggi di malam hari dari Padang. Akhirnya kami memilih alternatif kedua namun ternyata sesampai di Padang sudah terlalu malam karena jalanan macet dan pas hujan sangat deras. Terpaksa kami tidak melanjutkan perjalanan dan harus bermalam. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi pagi berikutnya.

Kami beruntung bisa melakui wisata kereta api keliling Danau Singkarak pada September tahun lalu. Pasalnya, berdasarkan keterangan sahabat kami, Ombolot, di postingan blognya Memoir of Mak Itam per 8 Juni 2014 kereta api dari Stasiun Sawahlunto tidak melayani perjalanan sampai waktu yang belum ditentukan. Agak kecewa juga sih dengar berita itu. Semoga nanti dibuka lagi deh rute wisata Sawahlunto – Batutabal ini. Toh juga cuma seminggu sekali dan saya lihat juga cukup ramai peminatnya.

Singkarak, 1 September 2013

20130901-IMG_6520

Panorama alam persawahan di sekitar Singkarak

20130901-IMG_6500

On the Train

20130901-IMG_6544

Danau Singkarak saat mendung

Gono-gini Day 4:

Sate ati,sate ceker 8 K
Museum kereta api @ 3 K 6 K
kaos dewasa (museum kereta api) ( souvenir) 85 K
Tiket kereta wisata sawahlunto-batutabal PP @20K 80 K
Frestea + aqua 9 K
Tiket pantai tanjung mutiara @ 5 K 10 K
Lunch ( ketupat rendang,dendeng balado,asam pedas) 27 K
Travel sawahlunto – Padang @18 K 36 K
Hotel Benyamin + breakfast (Wifi) 140 K
Total 401 K