Toilet di Beijing: Sebuah Pengalaman Horror


(WARNING: Tulisan di bawah ini memiliki content kotor, bau, dan jorok. Bagi yang tidak tahan membaca, membayangkan, atau melihat hal-hal yang jorok dan berhubungan dengan toilet, silakan untuk tidak melanjutkan membaca)

Hostel tempat kami menginap

Hostel tempat kami menginap

Sudah sering saya mendengar atau membaca cerita tentang bagaimana joroknya toilet di Tiongkok. Sedari awal akan berangkat ke Beijing pun saya sudah was-was dengan hal ini. Maklum saja, saya termasuk orang yang sering buang air besar. Sehari bisa sampai 3 atau 4 kali buang air besar. Tentu ada kekhawatiran tersendiri berkunjung ke kota yang terkenal dengan toilet joroknya. Dari rumah, saya sudah sedia 2 kemasan tissue basah sebagai persiapan menghadapi toilet di sana.

Perjalanan terbang naik pesawat yang lama dari Jakarta menuju Beijing, sekitar 7 jam, saya manfaatkan sebaik-baiknya. Untuk mengurangi keinginan buang air besar saat berada di Beijing pada hari pertama, saya sempatkan buang air besar di toilet pesawat. Ini pertama kalinya saya buang air besar di toilet pesawat. Untung saja toilet pesawat Garuda Indonesia sangat bersih.

Selain was-was, ada rasa penasaran tersendiri, sejorok apa sih toilet di Beijing. Tidak perlu lama-lama, pada hari pertama saya di Beijing, mata kepala saya langsung membuktikannya. Saya pernah dengar dan baca kalau mau toilet yang bersih di Tiongkok, carilah toilet di restoran atau hotel, dan hindari toilet umum di pinggir jalan. Usai sarapan di Mr. Lee pada hari pertama, saya pergi ke toiletnya untuk buang air kecil. Tak ada kejutan berarti di sana. Walaupun agak bau, namun masih dalam toleransi saya. Urinoir-nya memakai sensor yang otomatis flush usai buang air kecil. Untung saja saya membawa tissue basah. Kewajiban saya sebagai muslim, yaitu istinja tertolong oleh tissue basah tersebut.

Entah kurang kerjaan atau iseng, usai buang air kecil, rasa penasaran saya untuk melihat toilet buang air besar semakin membumbung. Saya buka bilik-bilik toilet itu. Dan di sanalah teronggok “ranjau” berwarna kuning kecoklatan berbentuk seperti es krim yang berada di atas cone. Walaupun tanpa lalat di atasnya, namun hal itu sudah cukup untuk membuat saya bergidik dan kembali ke ruangan restoran. Ternyata tips memilih toilet bersih di restoran tidak terbukti benar. Ada juga toilet restoran yang jorok.

Sesampai di ruang restoran, gantian Pandji yang mau ke toilet. Begitu Pandji balik dari toilet kok terlihat mukanya biasa saja. Langsung saya tanya dong, “Mas Pandji tadi lihat di toilet buat air besar gak?”. “Enggak. Gue tadi cuma kencing. Emang ada apa Ri?”, jawabnya. Langsunglah saya ceritain apa yang saya temukan di toilet. “Anjiiirrr.. Yang bener?”, katanya tak percaya.

Usai sarapan, kami menuju ke Zoo Coffee, salah satu coffeeshop di Beijing. Interior coffeeshop ini lucu. Sesuai namanya, banyak boneka-boneka hewan yang menjadi pajangan di sana. Berada di coffeeshop yang bersih ini, beberapa crew Pandji langsung bergantian menjajah toilet. Kali ini toiletnya bersih, menurut kesaksian Krisna Harefa. Mendengar kata bersih, saya ingin memanfaatkan sebaik-baiknya demi kelangsungan hajat hidup saya. Tidak perlu menunggu sampai kebelet, jika ketemu dengan toilet bersih, harus saya manfaatkan. Begitu motto saya saat itu.

Ruang bersama di hostel

Ruang bersama di hostel

Berada di area toilet, ternyata toilet pria sedang dipakai orang. Berhadapan dengan toilet pria adalah toilet wanita yang sedang kosong. Karena lama saya tunggu tak kunjung selesai, saya beranikan masuk ke toilet wanita. Oh iya, toilet di Zoo Coffee ini modelnya 1 toilet untuk 1 jenis kelamin ya. Bukan model toilet di mall yang 1 area berisi beberapa toilet untuk jenis kelamin sama. Begitu masuk ke toilet wanita tersebut, keinginan saya pun urung. Bukan, kali ini bukan karena ada “ranjau”. Tetapi saya tak tahan baunya. Bau busuk dan aneh deh pokoknya.

Permasalahan toilet sedikit teratasi saat kami ngecek venue yang akan dipakai Pandji stand-up show. Untung banget venue-nya di hotel. Jadi toiletnya bersih. Sambil ngecek venue, satu per satu kami memanfaatkan toilet tersebut. Walaupun tetap tak ada air untuk istinja, tapi kebersihan dan kewangiannya sangat terjaga. Sepanjang perjalanan ke Beijing, saya nobatkanlah toilet hotel Jinma sebagai toilet terbersih yang pernah saya temukan.

Malam menjelang dan akhirnya kami check in di hostel tempat kami menginap, Pekinguni Youth Hostel. Kami bertujuh menempati sebuah kamar berisi 4 buah bunk bed. Karena belum mandi seharian, saya berniat untuk mandi. Ternyata shared bathroom di hostel ini hanya bersekat bilik dan tirai plastik saja. Saya agak shocked saat masuk ke kamar mandi pria. Tanpa malu-malu beberapa orang yang mandi tidak menutup tirai mereka. Terlihatlah tubuh “polos” penghuni hostel lain yang agak mengganggu saya. Ya namanya juga saya orang timur, sangat tidak terbiasa mandi telanjang rame-rame dengan orang lain bukan? Saya cuek saja melewati mereka, masuk ke bilik yang masih kosong, menutup tirai, dan mandi air hangat sekedarnya.

Toilet instructions (gambar dari Dailypost)

Toilet instructions (gambar dari Dailypost)

Usai mandi, saya menuju ke toilet yang terletak di ruang lain. Di hostel inilah saya nobatkan toilet terjorok yang saya temukan di Beijing. Saya memang tidak buang air besar malam itu. Saya hanya buang air kecil. Urinoir di sini menggunakan tombol flush. Namun sepertinya pengguna toilet ini malas menekan tombol flush. Alhasil, bau pesing menguar ke mana-mana. Ditambah lagi pada 4 bilik toilet untuk buang air besar (3 toilet jongkok dan 1 toilet duduk), 2 di antaranya (yang toilet jongkok) terdapat “ranjau”. 1 ber-“ranjau” besar berbentuk mirip es krim di atas cone, sedangkan 1 lagi tampak cipratan-cipratan “ranjau” di seluruh bagian toilet! Malah sepertinya cipratan itu terkena juga di dinding bilik. Dan, alih-alih membersihkan kotoran-kotoran tersebut agar tidak bau, toilet hostel ini dilengkapi dengan pewangi ruangan. Bisa dibayangkan bau kencing dan “ranjau” yang tidak disiram menyatu dengan pewangi ruangan? Eeewww!!!

Sejak kejadian hari pertama di hostel itu, saya punya strategi baru. Saya mandi hanya sehari sekali, yaitu di pagi buta sebelum subuh demi menghindari teman sepermandian yang dengan cueknya berpose “polos”. Untuk toilet, saya sebenarnya malas menggunakannya jika tidak terpaksa. Dua kali saya terpaksa menggunakannya. Untung saja toilet duduknya tidak terlalu kotor seperti toilet jongkok. Tidak terlalu kotor disini maksud saya tetap ada “ranjau”, namun ukurannya kecil dan sudah agak kering.  Dalam keadaan terpaksa, masih maulah saya menekan tombol flush untuk mengusir “ranjau” itu. Tapi yang bikin gak tahan adalah baunya. Ingat bau campuran yang saya ceritakan di atas? Itu adalah pengalaman buang air besar saya terlama dan paling menyiksa yang pernah saya rasakan. Lama dan menyiksa karena saya harus tahan napas dan menutup hidung dengan kaos. Itu pun masih tercium bau hingga saya hampir muntah.

Kabarnya, joroknya Beijing sekarang sudah sangat mending dibandingkan sebelum Olimpiade 2008. Saat menjadi tuan rumah Olimpiade pada 2008 lalu, pemerintah Tiongkok memang menetapkan standar  baru penggunaan toilet. Salah satunya hanya boleh ada 2 ekor lalat dalam 1 toilet. Bisa dibayangkan bagaimana joroknya toilet di Beijing dahulu?

Jika harus ke Tiongkok lagi suatu saat, sudah tentu saya akan memilih tempat menginap minimal hotel agar tidak harus berbagi toilet dengan orang lain. Selain itu, saya juga akan membawa bekal tissue basah cukup banyak. 2 kemasan tissue basah untuk 3 hari di Beijing ternyata pas banget. Kisah pengalaman tentang toilet ini adalah salah satu oleh-oleh paling wow saya dari perjalanan MBWT Beijing. Kalau kamu, adakah pengalaman horror sehubungan dengan toilet?