Tentang Panggilan Bapak dan Ibu


Saat istri saya hamil kami sudah bersepakat untuk memanggilkan diri kami Bapak dan Ibu kepada calon bayi kami. Sebelum Bara lahir dan masih di dalam rahim pun kami sudah membiasakan mengajak ngobrol dengan menyebut diri kami Bapak dan Ibu. Menurut kami sih biasa saja.

Panggilan ayah bunda, bapak ibu, mama papa, mami papi, abi ummi, kalau menurut saya sih itu semua tergantung preferences masing-masing orang tua saja ya mau dipanggil apa sama anaknya. Kami pun tidak pernah mempermasalahkan dan menanyakan ke orang lain tentang preferensi panggilan mereka. Tapi kejadian kemarin malam yang dituliskan oleh istri saya di status facebook menggelitik pikiran saya.

Ternyata ada lho orang yang menanyakan dan mengurusi preferensi panggilan itu. Bukan hanya nanya sih, tapi cenderung nge-judge kalau panggilan Bapak Ibu itu memalukan. Hihihi.. Mumpung ditanya, ya kami jelaskan saja deh. Beberapa sudah diwakili oleh istri dijawab di status facebook. Tapi saya ingin menulis lebih lanjut.

Pertanyaan pertama yang terlintas di kepala saya mendengar cerita istri adalah sebegitu memalukannyakah panggilan Bapak dan Ibu? Saya dari kecil sampai udah punya anak 1 ini memanggil bapak saya ya dengan panggilan Bapak. Panggil ibu saya juga Ibu. Tapi kan itu panggilan jaman dulu? Ketinggalan jaman kali.. Kata siapa? Menurut saya sih enggak. Buktinya kami di jaman sekarang memanggilkan diri kami Bapak dan Ibu buat Bara 😀

Bagi kami berdua, dipanggil Bapak dan Ibu terasa lebih ngena di hati kami. Lebih menyentuh hati kami. Saat memutuskan memilih panggilan itu juga kami tidak merasa ndeso atau ketinggalan jaman. Jika yang dikhawatirkan sang penanya adalah bagaimana malunya anak kami nanti memanggil Bapak Ibu ke kami saat sudah besar, kami sih tidak khawatir. Saya yakin jika kami bangga dan nyaman dipanggil Bapak dan Ibu, anak kami juga akan bangga dan nyaman memanggil kami Bapak dan Ibu saat sudah besar.

Pernah membaca novelnya Adhitya Mulya yang berjudul Sabtu Bersama Bapak? Jika belum membaca, berikut saya kutipkan tulisan yang ada di cover belakang buku:

Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

Ada 2 karakter bapak di novel ini. Gunawan Garnida, bapaknya Satya dan Cakra yang setelah tiada pun masih tetap ‘ada’ bagi kedua anaknya, serta Satya yang di kehidupan masa kini sudah berkeluarga dan memiliki anak. Layaknya membaca parenting book, membaca novel itu menerbitkan cita-cita saya untuk menjadi sosok bapak seperti bapaknya Cakra dan Satya. Ada banyak sekali pelajaran bagaimana menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan selalu ada untuk anak-anaknya di novel ini.

Di dalam novel itu saya juga menangkap kesan sederhana dan bersahaja dari sebuah panggilan Bapak. Saya kurang yakin jika judul novel itu menggunakan kata pengganti selain bapak akan menimbulkan kesan yang sama dalam benak saya. Saking berkesannya, saya sampai meneteskan air mata haru saat membaca novel itu. Usai membaca novel itu, tekad saya untuk dipanggil Bapak semakin membulat.

Kemudian, pertanyaan kedua saya mendengar cerita istri adalah apakah panggilan mama papa, mom dad, mami papi, dsb itu hanya untuk keren-kerenan? Dangkal sekali saya rasa orang tua yang berpikir demikian. Seharusnya dalam memilih panggilan ya bagaimana nyamannya saja, bukan karena ingin terlihat keren. Toh panggilan keren juga kalau dalam mendidik anak kurang baik tidak ada gunanya juga kan? Hehehe..

Poin dari tulisan saya ini adalah panggilan apa pun untuk orang tua dari anaknya tidaklah penting. Asal santun, penuh hormat, dan tidak memiliki arti jelek saya rasa sah-sah saja. Yang paling penting adalah bagaimana kita menjadi orang tua yang sebaik-baiknya untuk anak kita masing-masing. Bagaimana membimbing dan menjaga amanah yang diberikan oleh Allah kepada kita.

Dan siapalah kita men-judge dan mempertanyakan pilihan masing-masing memanggilkan diri untuk anak-anaknya? 😉