Visit Jawa Tengah Trip: Nak, Kenalilah Jawa Tengah Melalui Parade Seni


Terkadang bapak heran, kamu yang masih berusia 8 bulan, layaknya orang dewasa, sudah bisa mengusir kebosanan dengan caramu sendiri saat kita traveling jauh. Sekedar memasukkan tangan ke dalam mulutmu sambil mengoceh “wawawawawa”, atau sibuk memainkan benda apa saja di sekitarmu. Namun, ada kalanya saat bosanmu sudah memuncak, kamu mulai protes. Merengek dan merajuk.

Untung saja, bapak dan ibu selalu punya cara menenangkanmu. Bapak keluarkan buku dongeng kesukaanmu dan mulai membacanya (lalu kamu mulai mengoceh layaknya ikut membaca). Atau jika tidak berhasil, bapak keluarkan cemilan kesukaanmu. Atau, jika masih belum berhasil, bapak dudukkan kamu di pelukan bapak dan mulai menyanyi beberapa lagu favoritmu (terkadang cara ini mampu untuk menidurkanmu). Dan cara yang paling sering berhasil adalah cara ibumu, yang tidak akan bisa bapak tiru, yaitu langsung memeluk dan menyusuimu. Ya, bapak dan ibu beruntung memiliki anak sepertimu, yang hampir tidak pernah merepotkan selama perjalanan.

***

Pluralisme Kabupaten Kudus (photo by Rifqy Faiza Rahman)

Perjalanan panjang Semarang – Purwokerto ternyata membuatmu agak rewel menjelang akhir perjalanan. Kita mulai memasuki wilayah Kota Purwokerto saat hari sudah mulai gelap. Seperti yang bapak ceritakan padamu sebelumnya, kita menuju Purwokerto untuk menghadiri Parade Seni dalam rangka memperingati Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah yang ke-65.

Memasuki kota Purwokerto, jalanan mulai padat. Pakde Pranoto mengendarai mobil seperti berkejaran dengan waktu. Apakah kita bisa menghadiri acara dan duduk manis melihat parade yang berarakan di halaman GOR Satria? Pertanyaan itu yang menghantui pikiran bapak sepanjang perjalanan. Saat mencoba mendekat memasuki jalan menuju GOR Satria, jalanan sudah diblokade oleh Polisi. Rekayasa lalu lintas dilakukan untuk mengatur ketertiban kendaraan. Terpaksa Pakde Pranoto mencari jalan memutar. Cukup jauh dan cukup padat merayap. Sempat terlihat saat melewati jalan dekat Hotel Aston Imperium, rupanya parade sudah dimulai. Arak-arakan kontingen 35 kabupaten dan kota yang menuju GOR Satria tampak sangat meriah. Walaupun mungkin pupus sudah kenyataan untuk menghadiri undangan di GOR Satria, tapi tunggu dulu. Ternyata kita tetap masih bisa menikmati meriahnya parade malam itu Nak.

Berdesakan bersama masyarakat Purwokerto, kita melihat parade dari pinggir jalan. Kamu yang tadinya sudah tertidur di gendongan ibumu, langsung terbangun mendengar alunan lagu-lagu daerah dari tiap kontingen. Bapak tahu, kamu selalu suka dengan suara musik. Sering bapak lihat kamu menggoyangkan badan saat terdengar musik. Tak terkecuali saat melihat parade itu.

Setiap kontingen parade yang kita lihat memiliki keunikan sendiri Nak. Seperti misalnya Kabupaten Sragen yang kontingennya memakai pakaian-pakaian bernuansa primitif dan purba. Maklum saja Nak, lokasi situs purba Sangiran memang ada di sana. Pasti hal itulah yang menjadi inspirasi mereka. Ada lagi kontingen Kabupaten Kudus yang menampilkan kostum khas berbagai macam agama.

Tahukah kamu Nak kenapa kontingen Kudus berpakaian seperti itu? Kudus memang terkenal dengan toleransi umat beragamanya. Bukti-bukti asimilasi budaya Hindu dan Islam pun masih terlihat jelas di sana. Nanti ya kapan-kapan bapak tunjukkan menara masjid Al Aqsha di Kudus yang masih berarsitektur hindu, sebagai salah satu bentuk asimilasi budaya. Atau, nanti kalau kamu sudah boleh makan nasi, bapak ajak menikmati kuliner Soto Kerbau di Kudus, yang adalah bentuk toleransi antara islam dan hindu. Alih-alih menggunakan daging sapi yang dianggap hewan suci bagi masyarakat hindu, kuliner soto di Kudus menggunakan daging kerbau.

Parade Seni Jawa Tengah 2015 (Photo by Rifqy Faiza Rahman)

Satu per satu kontingen masih berarak memamerkan kepiawaiannya masing-masing. Namun yang paling bapak tunggu belum juga lewat. Tentu saja bapak menunggu-nunggu penampilan kontingen dari kampung halaman kita Nak, Kabupaten Pati. Lalu kemudian…

“Pati? Ngendi kuwi?”, terdengar suara perempuan.

“Kae, cedake Jogja”, suara seorang pria menimpali.

Percakapan itu terdengar saat kontingen Pati yang menampilkan kesenian khas Tayuban lewat di depan penonton. Mendengar percakapan singkat itu, bapak kaget Nak. Entah kampung halaman kita yang tidak kurang terkenal, atau memang pengetahuan geografi dua orang penonton parade itu yang masih kurang. Bapak sering sih ditanya orang tentang letak Pati, tapi biasanya yang bertanya juga bukan orang Jawa Tengah. Jadi, bapak maklum saja jika orang luar Jawa Tengah yang kurang tahu tentang Pati.

Ada sebuah peribahasa yang berbunyi, tak kenal maka tak sayang. Untuk menyayangi dan mencintai Jawa Tengah, tentu kamu harus mengenalinya terlebih dahulu Nak. Salah satu cara mengenalinya adalah tahu letak geografis daerah-daerah di Jawa Tengah. Walaupun mungkin nanti kamu tidak sempat menjelajah ke tiap sudut Jawa Tengah, tapi paling tidak kamu sudah mengenali daerahmu.

Nak, semilir angin malam itu terasa dingin menyentuh kulit. Perhelatan parade pun masih sangat meriah. Kamu mulai terlihat ngantuk dan kecapekan. Sebenarnya tak apa kita tetap menunggu satu per satu kontingen parade tampil andai kamu mau dipakaikan jaket dan penutup kepala. Tapi kamu selalu merengek dan menarik-narik jaket dan topi yang dipakaikan oleh ibumu. Karena bapak tidak tega melihatmu ngantuk dan khawatir masuk angin akibat terpapar angin malam, akhirnya bapak memutuskan untuk kita menunggu saja di dalam mobil.

Dengan meminta ijin pinjam kunci mobil Pak Pranoto, kita kembali ke lokasi parkir mobil. Dari kejauhan masih terdengar keriuhan parade. Memang, saat ini kita tidak bisa melihat keseluruhan acara parade. Tapi tahun-tahun ke depan akan tetap masih ada acara ini. Mungkin kamu bisa melihatnya lagi di lain kesempatan. Atau nanti kamu yang malah menjadi salah satu penampil, dan bahkan menjadi juara! Haha.. Siapa yang tahu. Saat ini paling tidak kamu sudah mulai mengenali Jawa Tengah melalui Parade Seni.

Oh iya Nak, bapak minta maaf ya, untuk cerita ini bapak tidak bisa menunjukkan foto hasil jepretan bapak. Maklum sajalah, selain kamera bapak kurang mumpuni dipakai saat malam hari, bapak juga lebih senang menemanimu menikmati sajian parade daripada sibuk blusukan di antara penonton untuk berburu gambar yang bagus. Kali ini, bapak pinjamkan beberapa foto milik Om Rifqy saja ya. Atau kamu bisa intip cerita Om Rifqy memintas demi parade seni Jawa Tengah.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya ya Nak…