Punthuk Setumbu, Sunrise Pertama Bara


Selalu ada yang pertama kali dalam setiap hal. Apalagi bagi bayi yang baru sebentar hidup di dunia. Mulai dari menyusu untuk pertama kali, tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, dan masih banyak lagi hal-hal yang baru dan akan mereka alami untuk pertama kali. Suatu hal yang pertama kali dilakukan, biasanya membawa kesan yang membekas di hati. Seperti pengalaman saya berikut ini. Mengajak Bara, anak saya yang saat itu berusia 9 bulan, melihat sunrise di Punthuk Setumbu untuk pertama kalinya.

20150922-img_12002.jpg.jpeg

Siluet Misterius Borobudur di Punthuk Setumbu

Subuh belum datang dan kami sudah meninggalkan kenyamanan kasur milik Hotel Atria Magelang. Bara yang masih terlelap pun langsung kami gendong menuju lobby hotel, tempat Mas Sungkowo, Guest Experience Manager Atria, menunggu kami. Ya, pagi itu, saya, ibuk Bara, dan Bara, diantar mas Sungkowo untuk menyambangi Punthuk Setumbu, salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan sunrise di Magelang. Bukan hanya pelayanan hotel yang sangat ramah dan prima, namun pelayanan dalam memberikan pengalaman seperti mengajak tamunya ke Punthuk Setumbu dari Atria Magelang semakin membuat kami terkesan.

Perjalanan menuju Punthuk Setumbu yang kami tempuh dengan mobil rupanya cukup dekat. Mungkin karena jalanan masih sangat sepi. Hanya sesekali bertemu dengan sesama pengunjung yang mau ke Punthuk Setumbu. Beberapa turis asing juga terlihat mengayuh sepeda menuju ke sana.

20150922-IMG_1172

Pengunjung Punthuk Setumbu pagi itu

Bara, yang tadinya digendong ibuknya, ganti saya gendong begitu turun dari mobil. Ya, tugas sayalah yang menggendong Bara menyusuri jalan setapak menaiki bukit Punthuk Setumbu.

Fasilitas yang ada di Punthuk Setumbu rupanya sudah cukup lengkap dan nyaman. Terdapat mushala berukuran sedang untuk memfasilitasi pengunjung menunaikan ibadah shalat subuh. Lahan parkir juga cukup luas dan teratur rapi. Dan, yang paling membuat saya nyaman, jalur naik bukitnya sudah berupa setapak rapi. Sangat memudahkan bagi saya yang membawa bayi.

Saya kira naik Punthuk Setumbu sambil menggendong bayi akan terasa penuh perjuangan seperti saat saya naik turun tangga di Pancuran Pitu Baturraden. Rupanya tidak seberat itu. Cuaca pagi yang saya kira bakal dingin banget, ternyata juga tidak terlalu dingin. Padahal Bara udah kami pakaikan baju berlapis.

photogrid_1451399608152.jpg

Bara masih terlelap dalam gendongan

Sesampainya di puncak bukit, sudah banyak wisatawan dan para pemburu sunrise memasang mata dan kameranya ke arah timur, arah sang surya akan memunculkan sosoknya dari balik siluet Candi Borobudur. Untung saja, saat kami sampai di sana, matahari belum naik. Bayangan Borobudur masih terlihat samar.

Sudah sering saya melihat kecantikan panorama sunrise Punthuk Setumbu di banyak gambar di internet. Namun terkadang kenyataan tidak seindah gambar. Mendung yang menggelayut menutupi sinar matahari pagi itu. “Berarti harus ke sini lagi lain kali”, mas Sungkowo menimpali kekecewaan saya.

Berhadapan dengan alam, memang tidak bisa ditebak. Perlu keberuntungan yang lebih untuk sekedar melihat lukisan alam berupa sunrise di Punthuk Setumbu pagi itu. Tapi tak apa, cuaca mendung dan agak berkabut malah membuat alam menunjukkan lukisannya yang lain, siluet Borobudur jadi tampak misterius.

20150922-IMG_1178

Bara bersiap melihat sunrise

Walaupun tanpa melihat kemunculan bulatan mentari di ufuk timur, tapi berkunjung ke Punthuk Setumbu menjadi pengalaman tersendiri bagi kami. Selain dapat melihat siluet misterius Borobudur, Bara pun bisa lebih dekat dan mengenal alam. Sedangkan saya? Saya yang jarang-jarang olahraga, akhirnya bisa olahraga pagi, naik turun bukit sambil menggendong Bara.

Jika ada yang pertama dalam suatu hal, tentu akan ada pengalaman yang dapat diulang. Mengunjungi Punthuk Setumbu dan menyapa matahari terbit dari balik Borobudur, tentu akan kami ulang kembali.

***

photogrid_1451399297396.jpg

Foto keluarga sebelum pulang

Tips singkat mengajak bayi melihat sunrise di pegunungan:

  1. Pastikan bayi dalam kondisi sehat. Kesehatan adalah hal utama. Bayi jika sedang sehat, tentu tidak rewel dan relatif tenang. Tidak mau kan rewelnya bayi anda mengganggu anda dan para pengunjung lain
  2. Pakaikan baju hangat pada bayi. Biasanya cuaca di pegunungan relatif dingin. Agar bayi anda nyaman, memakaikan baju hangat adalah suatu keharusan. Kami waktu ke Punthuk Setumbu, karena tidak membawa baju hangat untuk Bara, kami pakaikan saja baju berlapis-lapis.
  3. Pastikan pula kondisi kita sehat dan prima. Naik turun bukit tanpa membawa beban saja terkadang terasa penuh perjuangan. Apalagi jika naik turun bukitnya harus sambil menggendong bayi. Bagi penggendong bayi, tentunya kondisi badan yang prima menjadi modal yang sangat penting.
  4. Gunakan gendongan bayi yang nyaman. Bisa dibayangin gak kalau naik turun bukit dan menggendong bayinya tanpa alat bantu gendongan? Pasti, sudah capek kaki, tangan pun akan terasa keju. Oleh karena itu, gendongan yang tepat dapat mengurangi beban hidup dalam ber-hiking ria. Kalau saya, tentu memilih gendongan yang ergonomis.
  5. Nikmati saja perjalanan dan kondisi apa saja yang mungkin terjadi. Kalau kata Joy di film Inside Out, “find the fun”. Ya, bukan hanya untuk berburu sunrise bersama bayi, dalam melakukan perjalanan, jika terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, lebih baik dinikmati tanpa mengeluh. Seperti saya, naik turun bukit sambil menggendong Bara tentu saja bikin capek. Sudah sampai atas, cuaca tidak mendukung untuk melihat sunrise. Tentu saja ada rasa kecewa. Tapi untungnya saya selalu bisa menemukan bagian menyenangkannya.