Rindu yang Membara untuk Bara


Beberapa hari ini saya menjadi bulok, bujang lokal. Istri dan anak saya sudah mudik duluan. Saya yang belum memiliki jatah cuti terpaksa mudik sesuai cuti bersama yang ditentukan pemerintah. Jauh dari istri, sudah pernah. Melewati Long Distance Marriage Banda Aceh – Bintan beberapa lama pada awal pernikahan kami. Tapi jauh dari Bara, anak saya? Baru kali ini.

Ya, sejak lahir sampai Bara berusia 18 bulan ini saya belum pernah sekalipun jauh-jauhan. Setiap hari pasti ketemu. Makanya pas pertama jauh-jauhan ini rasanya kesepian di rumah. Biasanya saat pagi menjelang, begitu ia bangun pagi langsung teriak “Paaakk.. Bapak…” dari mulut mungilnya. Saya yang bersiap berangkat kerja menyempatkan menggendongnya ke taman kompleks. Pun saat pulang kerja, senyum tengil dan celotehan riangnya menyambut saya di depan pintu.

(Baca juga: Hari Kelahiranmu dan 3 Minggu Setelahnya)

Begitu jauh-jauhan sama Bara.. Berangkat dan pulang kerja terasa sepi. Makan buka puasa pun hening tanpa gangguan darinya yang minta disuapin. Apalagi saat menjelang tidur, sunyi tanpa drama kehebohan bermain dan tingkah usilnya. Iya usil. Yang mencetin hidung notnot bapak lah. Yang ngilik-ngilik kuping bapak lah. Main kuda-kudaan di perut gembul bapak lah. Main bisik-bisikan lah. Ada saja ulahnya. Belum ada seminggu jauh-jauhan sama kamu, ternyata Bapak kangen banget Le.

img_1819

Posisi tidur absurd kami. Ini yang paling bikin kangen.

Dan sepertinya anak lanang juga merasakan kangen yang sama. Dengar cerita dari istri, saat perjalanan mudik, baru saja naik kereta ada seorang bapak-bapak lewat. Langsung dong anaknya manggil, “Paaakk.. Bapaakk”. Di rumah mbahnya, lihat foto mantenan bapaknya langsung teriak juga. Bahkan, lihat gambar Sultan Mahmud Badaruddin II yang ada di uang 10 ribuan juga teriak manggil bapak!

Yang bikin tambah kangen, selama di rumah mbahnya, kemampuan berbicara Bara semakin berkembang. Banyak sekali kosa kata baru yang belum pernah diucapkannya sebelumnya. Ini belum ada seminggu berpisah. Konon lagi kalau harus jauh-jauhan lama. Bisa-bisa saya ketinggalan banyak sekali milestones Bara.

Jangankan saya yang bapaknya, temen-temen main Bara yang di kompleks saja kangen sama Bara. Jadi, sebelum mudik, Bara pamitan sama abang Azka, kakak Nujiha, kakak Rindu, kakak Icha, dan banyak teman-teman lainnya (yang sebenarnya usia mereka sudah lewat balita sih). Nah, pas pamitan itu, abang dan kakak-kakak pada bikin surat buat Bara. Suratnya lucu-lucu lho. Polos dan kelihatan banget mereka sayang sama Bara. Baca saja sendiri di bawah ini.

Surat Bara

Ini surat dari abang Azka buat dedek Keenan (Bara kalau di kompleks dipanggilnya dedek Keenan)

Surat Bara 3

Ini surat dari Kakak Rindu. Kakak Rindu sedih tuh kamu tinggal mudik Nak.

Surat Bara 1

Kalau yang ini, gambar dari kakak Nujiha

Surat Bara 2

Nah, surat yang panjang ini dari kakak Elsha.

Surat Bara 4

Ini dari kakak Icha. Kakak Icha gambar bapak dan ibuk juga lho Nak. Kata kakak Icha, “dedek, ini bapak dedek Keenan kakak gambar kecil saja ya, gak kakak gambar serem”. Errrrr.. Ternyata bapak dianggap serem karena brewokan tebal ya?

Lucu-lucu kan?

Ini hari terakhir bapak jauh-jauhan sama kamu Nak. Nanti sore bapak berangkat menyusulmu. Insya Allah besok pagi kamu bangun tidur bapak sudah di sampingmu. Bapak janji, libur lebaran ini kita main-main ke pantai ya. Kamu kan belum pernah main ke pantai. Bapak bawakan baju renangmu. Nanti kita mandi air laut dan berlarian bersama mengejar ombak. Kamu pasti suka. Tunggu bapak ya Nak.. Rasa rindu bapak sudah membara untukmu.

Tangerang Selatan, 2 Juli 2016