(Menuju) Ayah S3 ASI


Saat ini Bara, anak saya, berusia 20 bulan kurang beberapa hari. Itu artinya tinggal sekitar 4 bulan lagi untuk menuntaskan cita-cita saya dan istri memberi hak ASI selama 2 tahun kepada Bara. Istilah dari ibu-ibu sih lulus S3 ASI. S1 untuk lulus ASI eksklusif 6 bulan, S2 lulus ASI 1 tahun, dan S3 lulus ASI 2 tahun. Dan itu artinya, saya pun hampir menuju S3 menjadi Ayah ASI. Nah, menyambut Pekan ASI Dunia yang berlangsung pada 1-7 Agustus 2016, saya menulis cerita saya menjadi Ayah ASI selama 20 bulan terakhir ini. 

Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Masih lekat di ingatan, saya mendampingi perjuangan istri menyusui di hari-hari awal kelahiran Bara. Jika boleh dibagi menjadi beberapa fase, proses menyusui Bara selama 2 tahun ini terdiri dari 3 fase. Yang pertama, fase menuju ASI eksklusif 6 bulan. Yang kedua, fase memberikan MPASI setelah 6 bulan sampai 12 bulan. Dan yang ketiga, fase memberikan MPASI 12 bulan sampai saat menyapih.

img_3244

Mata bulat anak ASI

ASI Eksklusif 6 Bulan

Sama seperti apapun dalam kehidupan, langkah pertama adalah yang paling berat. Begitupun saat memberikan ASI, fase pertamalah yang terasa sangat berat. Terutama bagi istri saya. Walaupun kami sebelumnya sudah cukup banyak membekali diri dengan pengetahuan tentang ASI dari berbagai macam buku dan artikel, tapi rupanya memberi ASI di hari-hari awal tidak selalu lancar.

Masih ingat sekali saat saya melihat istri sangat kesakitan, bahkan sampai pingsan, karena puting susunya lecet akibat pelekatan Bara saat minum ASI yang kurang sempurna. Tangis Bara yang menyayat hati saat lapar namun ASI belum lancar pun masih terngiang sampai sekarang. Kehebohan memberikan ASI perah menggunakan spoon feeder juga sepertinya baru saja saya lakukan kemarin. Belum lagi kondisi emosi istri yang seperti rollercoster akibat baby blues syndrome, masih terekam di memori. Ditambah, banyaknya suara sumbang -yang tidak jarang berasal dari orang-orang terdekat- yang kalau didengar bisa bikin kendor semangat ASI.

Nah, pada saat-saat terberat itulah komitmen kami dalam memberi ASI diuji. Sebagai suami dan bapak, yang bisa saya lakukan adalah mendukung sepenuhnya segala proses tersebut. Terkadang memang cukup menguras emosi -terutama saat menghadapi istri yang masih mengalami baby blues syndrome-. Tapi saat mulai merasa hilang kesabaran, saya selalu mengingatkan diri bahwa apa yang saya lakukan masih kalah berat dibanding perjuangan istri. Maka, ego pun bisa saya kesampingkan. Dan, alhamdulillah pada saatnya, Bara pun bisa lulus ASI eksklusif dengan sukses. 

(Baca juga: (Menjadi) Ayah ASI)

Day 1 MPASI

Puree Kabocha dan ASI Perah, menu MPASI hari pertama Bara. Menu tunggal kami kenalkan pada 2 minggu pertama MPASI

img_3243

Salah satu menu kombinasi MPASI Bara. Daging, kentang, wortel, jagung, kacang merah, sayur oyong, plus bubur nasi.

Menuju S2 ASI

Fase kedua adalah setelah Bara berusia 6 bulan dan mulai mengkonsumsi MPASI. Untuk pemberian MPASI, saya dan istri berkomitmen sesuai dengan anjuran WHO dan membuatkan sendiri MPASI untuk Bara. Sebisa mungkin kami hindari MPASI instan seperti bubur bayi yang dijual di minimarket. Fase ini terbilang relatif lebih mudah dibanding fase pertama. Apalagi istri saya memang hobi memasak dan sering bereksperimen dengan masakan. Bahkan, menu MPASI Bara 100 hari pertama sempat rutin diunggah istri di facebook-nya. Bara pun alhamdulillah termasuk anak yang gampang dan doyan makan. Hampir setiap kami cobain menu makan baru, dilahapnya sampai tandas.

Namun, sekuat-kuatnya kami berkomitmen, ada saatnya juga terkendala. Terutama saat kami ajak Bara traveling. Dengan terbatasnya pilihan bahan makanan Bara saat traveling, terkadang kami buat MPASI untuk Bara menggunakan bahan instan (berupa tepung gasol yang walaupun instan tapi menurut kami lebih baik daripada bubur bayi instan). Walaupun terkadang komitmen  untuk selalu memberikan MPASI homemade kami langgar, Bara pun lulus S2 ASI dengan cukup sukses. Paling tidak dalam hal pemberian gula dan garam masih sesuai dengan standar WHO. WHO memang menyarankan untuk tidak memberikan gula dan garam tambahan untuk bayi di bawah 1 tahun.  Dari buku dan artikel-artikel yang kami baca, pemberian gula dan garam sebelum bayi berusia 1 tahun dapat meningkatkan resiko obesitas, pertumbuhan gigi yang terganggu, dan tekanan darah tinggi pada bayi. Kebutuhan gula dan garam bayi sebenarnya sudah tercukupi dari MPASI sehari-hari mereka.

(Baca juga: Traveling dan MPASI Homemade)

img_3242

Selain menu utama, cemilan buah juga menjadi konsumsi wajib Bara

img_3241

Selain dikonsumsi langsung, buah-buahan juga dinikmati dalam bentuk jus. Jus mangga, salah satu kesukaan Bara

Menuju S3 ASI

Dan, saat ini kami sedang menjalani fase ketiga, yaitu menuju lulus S3 ASI untuk Bara. Lewat usia 1 tahun, Bara mulai kami kenalkan dengan makanan rumahan sesuai dengan yang kami makan sehari-hari. Masih seperti pada fase sebelumnya, Bara relatif mudah makan, walaupun sesekali juga mengalami GTM (Gerakan Tutup Mulut) alias mogok makan. Biasanya, Bara GTM kalau sedang tidak enak badan ataupun sedang bosan sama menu makanan yang kami berikan. Kami sebagai orang tua memang dituntut untuk kreatif dalam memberi menu makanan untuk Bara yang anaknya bosenan.

Saat ini saja, sudah sekitar 2 minggu Bara tidak mau makan nasi. Sebagai pengganti nasi, kami buatkan menu dari ubi dan singkong, kentang (Bara paling suka french fries), beras ketan, mie, dan pasta (Bara paling suka makaroni). Menu-menu yang paling disukanya itupun paling banter cuma mau 2 hari berturut-turut. Setelah itu ya harus ganti menu.

img_3237

Metode BLW (Baby Led Weaning) yaitu membiasakan Bara makan sendiri juga kami lakukan. Cemilan kentang goreng homemade dilahap sampai tandas

Pada fase ini juga mulai kami siapkan Bara untuk disapih. Sejak usia 18 bulan, Bara sudah mulai kami sounding agar tidak lagi minum ASI setelah berusia 2 tahun. Biasanya, tugas saya untuk membisikkan kalimat-kalimat persuasif kepada Bara sebelum tidur malam. “Nak, nanti kalau Bara sudah ulang tahun kedua, sudah enggak mimik ibuk ya. Soalnya adek sudah gede”, kata saya. Terkadang dia langsung merespon dengan menangis. “Kalau sekarang masih boleh. Jadi tidak perlu nangis”, lanjut saya. Walaupun beberapa waktu lalu malah sempat semakin nempel minta mimik ASI terus, tapi alhamdulillah akhir-akhir ini mulai berkurang minta mimik ASI-nya. Bahkan kalau terbangun tengah malam sudah mau dikasih minum air putih alih-alih minta ASI. Kami sih pengennya proses penyapihan Bara tanpa proses yang menyakitkan atau istilahnya dengan metode WWL (Weaning With Love). Yaitu proses penyapihan yang diselesaikan saat ibu dan anak sudah benar-benar siap.

img_3236

Saat bosan dengan nasi, salah satu menu alternatif untuk Bara adalah olahan singkong, yaitu sawut singkong dengan parutan kelapa

Menyusui menurut saya bukanlah perjuangan seorang ibu semata. Peran seorang ayah juga sangat penting di sana, terutama saat-saat krusial di awal-awal kelahiran bayi. Jika saat itu saya tidak bersikeras untuk membawa istri untuk lahiran dekat dengan saya alih-alih di kampung halaman, mungkin perjuangan kami memberi ASI kepada Bara akan terasa lebih berat. Jika saat itu kami tidak banyak mengedukasi diri tentang dunia per-ASI-an, mungkin perjuangan ini sudah berhenti lama. Jika saat itu dan sampai sekarang kami tidak saling mendukung dan bekerja sama, mungkin keinginan kami agar Bara lulus sampai S3 ASI hanya jadi cita-cita yang tak tercapai.

Kini, saatnya melanjutkan perjuangan memberikan ASI sampai nanti purna saat Bara sudah berhasil disapih. Di balik lulus S3 ASI seorang anak, terdapat pula seorang ibu yang  dan tentu saja seorang Ayah yang juga lulus S3 ASI. Yuk Nak, kita teruskan berjuangnya sama-sama.

Tabik.

world-breastfeeding-week-2016-Dunia-Biza

Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away ASI dan Segala Cerita Tentangnya untuk meramaikan Pekan ASI Dunia