Wisata Edukasi: Museum Tsunami


Museum Tsunami tampak dari kompleks kuburan Kherkoff

Ada sebuah bangunan yang megah dengan cerobong yang gagah berdiri kokoh di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh, tepat di seberang lapangan Blang Padang dan di samping kompleks kuburan Belanda, Kerkoff. Bangunan unik itu berbentuk rumah panggung khas Rumoh Aceh. Mungkin karena itu lah, bangunan itu disebut sebagai “Rumoh Aceh as the escape hill”. Bangunan yang diresmikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir Februari 2009 itu dikenal sebagai Museum Tsunami.

Saya berkesempatan mengunjungi Museum Tsunami ini pertama kali pada saat dilaksanakannya Pekan Kebudayaan Aceh V pada Agustus 2009 yang lalu. Sepanjang pengamatan saya, Museum Tsunami ini hanya dibuka untuk umum ketika ada event atau acara besar di Banda Aceh, seperti pada waktu Pekan Kebudayaan Aceh berlangsung. Baru pada bulan Mei 2011 benar-benar resmi dibuka untuk umum.

Pengalaman pertama berkunjung ke Museum Tsunami ini sangat menarik bagi saya, karena saya bukan orang Aceh dan sangat ingin tahu tentang kejadian tsunami pada 26 Desember 2004 lalu. Ketika masuk pertama, kita dihadapkan pada sebuah lorong sempit, panjang, dan remang-remang yang di samping kanan kiri terdapat air terjun yang suaranya bergemericik. Ketika saya mendongak ke atas, yang terlihat hanya gelap. Hanya ada cipratran air yang kadang mengenai wajah. Entah berapa meter tinggi air terjun itu. Secara tidak langsung, saya merasakan suasana mencekam tsunami pada waktu itu. Tak heran, ruangan itu dinamakan “The Tunnel of Fear”.

Denah Museum Tsunami

Area lain yang membuat saya kagum adalah ketika saya berada di dasar cerobong yang nampak menjulang kalau dilihat dari luar bangunan. Ketika berada di dasar cerobong yang sangat gelap itu saya mendongak. Ternyata disana ada kaligrafi “Allah” tercetak di puncak cerobong yang diterangi oleh skylight berbentuk lingkaran. Dan yang membuat saya lebih kagum, di dinding cerobong itu dipenuhi nama para korban tsunami. Langsung mengingatkan saya bahwa manusia hanyalah makhluk yang kecil dan tak berdaya. Semua makhluk Allah SWT akan kembali kepada-Nya. Area ini dinamakan “The Light of God” atau “Blessing Chamber” sebagai makna hadirnya harapan bagi masyarakat Aceh.

Ada juga area yang disebut sebagai Memorial Hall. Yaitu area di bawah tanah yang merupakan sarana interaktif untuk mengenang sejarah terjadinya tsunami di Aceh. Memorial Hall ini dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah reflecting pool yang ada danaunya.

Selain itu area yang bernama “The Hill of Light”. Yaitu taman berupa bukit kecil sebagai sarana penyelamatan awal apabila terjadi tsunami lagi. Di taman ini dilengkapi dengan ratusan tiang-tiang obor yang juga dirancang untuk meletakkan karangan bunga dukacita. Kemudian “Escape Route”, atap bangunan yang dirancang berupa rooftop yang bisa ditanami rumput. Atap ini juga dirancang sebagai area evakuasi apabila terjadi bencana banjir atau tsunami di kemudian hari. Namun sayang, saya tidak berkesempatan untuk naik ke atap bangunan ini.

Di bagian luar museum, ada bagian yang disebut “Atrium of Hope”. Yaitu area berupa ruang atrium yang besar, sebagai simbol dari harapan dan optimisme masyarakat Aceh. Disana juga terdapat ramp untuk melintasi kolam dan atrium. Atrium dengan reflecting pool ini bisa diakses secara visual kapan saja, namun tidak bisa dilewati secara fisik.

Banyak perbedaan mendasar antara museum tsunami yang saya kunjungi pada 2009 dan sekarang, terutama dari isi museum. Kalau bangunan sih tidak jauh berbeda. Paling bedanya ada penambahan beberapa ornamen bangunan saja. Tapi isinya.. jauh berbeda. Sekarang makin lengkap koleksi isinya. Penampakan foto-foto dokumentasi sudah lebih modern dibandingkan saat pertama kali saya berkunjung. Kalau dulu cuma dipajang di sebuah ruangan dengan tampilan besar, sekarang ada ruangan gelap yang khusus menampilkan foto-foto dokumentasi dalam bentuk slide show. Sekarang juga ada berbagai macam alat peraga yang dipamerkan disana. Dari alat peraga gempa bumi, maket dan diorama unik dan menawan tentang tsunami Aceh, sampai ada sebuah ruangan kecil tempat demonstrasi gempa bumi yang bisa kita masuki untuk merasakan kekuatan gempa bumi. Bahkan ada pula pertunjukan film 4 Dimensi tentang tsunami. Namun sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menonton film tersebut. Beberapa kali datang ke museum selalu kehabisan tiket menontonnya. Malah pas terakhir kali main kesana gak ada pemutaran film karena sedang ada perbaikan atau perawatan alat pemutar filmnya.

Selain hal tersebut diatas, yang paling saya suka dari museum tsunami ini adalah perpustakaannya. Koleksi buku disana cukup menarik. Tidak hanya buku pengetahuan tentang tsunami dan gempa bumi, tetapi banyak pula buku tentang wisata Indonesia, khususnya Aceh. Saking tertariknya dengan buku-buku yang ada disitu, pernah saya nongkrong disana sampai berjam-jam. Cukup menyenangkan.

Bagus sekali menurut saya dengan dibangunnya museum ini. Museum Tsunami ini adalah sebagai simbol dan monumen agar kita selalu mengingat tentang bencana gempa bumi dan tsunami yang pernah terjadi di Aceh. Selain itu juga sebagai sarana untuk penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami. Sebuah tempat rekreasi yang sangat mengedukasi menurut saya. Tapi ada juga ternyata yang merasa bahwa bangunan semacam museum tsunami ini tidak perlu..

Saya pernah suatu sore berkunjung ke museum tsunami bersama seorang kawan, saya kemukakan ke kawan saya itu betapa saya sangat mengapresiasi dan sangat senang atas dibangunnya museum tsunami ini. Tetapi kawan saya itu ternyata berbeda pendapat dengan saya. Dia bilang, “coba ya lahan segini dibuat untuk bikin mall yang ada bioskop nya. Pasti akan lebih bagus dibandingkan dengan museum ini”. WOW!! Saya tercengang dengan komentar kawan saya itu. Jadi menurut dia lebih penting mall dibandingkan dengan museum?! Akhirnya sore itu saya habiskan waktu untuk berdebat dengan kawan saya itu. Tapi nampaknya saya dan kawan saya itu memang berbeda. Haha..

Apabila kawan-kawan mempunyai kesempatan berkunjung ke Banda Aceh, sempatkanlah untuk berkunjung ke Museum Tsunami. Tidak dipungut biaya untuk masuk ke dalam museum ini. Yang pasti sih kalau kawan-kawan berkunjung jangan lupa jaga kebersihan ya.. Soalnya menurut pengamatan saya, banyak tempat wisata bagus dan indah di Indonesia ini jadi berkurang keindahannya karena para pengunjung tidak peduli sama kebersihan. Kebersihan itu bukan cuma tanggung jawab pemerintah dan pengelola tempat wisata lho.. Tapi tanggung jawab kita juga..

The Light of God

Nama para korban tsunami yang teukir di dinding

Bendera-bendera negara yang telah membantu Aceh dalam rehabilitasi pasca tsunami