Sebentar di Siantar


Becak motor unik dari Siantar

Interaksi pertama saya dengan kota Pematangsiantar atau yang sering disebut dengan Siantar adalah ketika beberapa waktu lalu melewatinya dalam perjalanan dari Parapat menuju Medan. Sebenarnya kunjungan sangat singkat di kota terbesar kedua di Sumatra Utara ini adalah untuk mengunjungi toko roti Ganda, toko roti yang paling terkenal di Siantar.

Memasuki kota Siantar, mata saya mulai mengamati becak motor yang seliweran di jalanan kota. Seperti halnya kota-kota lain di Sumatra semacam Medan dan Banda Aceh, becak di Siantar pun menggunakan sepeda motor sebagai penariknya. Tempat duduk penumpang pun sama berada di samping sepeda motor. Berbeda apabila dibandingkan dengan becak yang ada di Jawa, dikayuh seperti sepeda dengan tempat duduk penumpang berada di depan. Namun ada satu perbedaan besar dari becak Siantar ini apabila dibandingkan dengan becak di kota lain di Sumatra. Perbedaan unik yang baru saya temukan di kota ini. Kebanyakan becak di Medan atau Banda Aceh menggunakan motor berjenis Honda Win, becak di Siantar ditarik dengan motor gede yang sangat klasik. Terbitlah rasa penasaran saya. Motor jenis apa itu? Kenapa di kota ini semua becak yang berlalu lalang menggunakan motor itu? Pertanyaan-pertanyaan itu mengisi kepala saya. Saya bertekad harus tau jawabannya.

Toko roti Ganda

Rasa penasaran saya tentang becak unik itu sedikit terabaikan ketika saya masuk ke toko roti Ganda. Pagi menjelang siang itu toko cukup rame. Toko yang terletak di Jalan Sutomo nomor 89 ini tidaklah besar, hanya berupa ruko yang berderet dengan pertokoan yang menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat Siantar. Saya memang bukan penggemar roti. Tapi apa salahnya mumpung mampir ke Siantar saya ikut mencoba juga makanan bernama ‘roti ganda’ ini. Namun sayang, ternyata sajian utama berupa roti loaf yang dibelah dua kemudian diisi dengan cream dan taburan butiran cokelat atau selai srikaya yang terkenal dengan nama ‘roti ganda’ itu belum terhidang. Saya tidak kehilangan akal. Melihat pengunjung lain membeli selai srikaya yang dikemas dengan wadah berbentuk tabung yang terbuat dari plastik saya pun ikut membeli. “Selai ini cuma tahan 5 hari di luar lemari pendingin dan tahan 2 minggu kalau disimpan di lemari pendingin”, jelas pelayan toko. Termasuk murah lah untuk selai yang dikemas dengan berat sekitar 100gr dihargai Rp. 20.000,-. Selain itu saya juga membeli roti isi jagung manis dan blueberry sebagai pengisi perut selama perjalanan menuju Medan.

Kenapa toko roti Ganda ini begitu terkenal? Karena toko roti Ganda ini konon sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Hampir setiap pejalan yang berkunjung ke Siantar pasti menyempatkan berkunjung dan membeli roti ini. Selain alasan historis, toko roti Ganda ini memiliki tekstur yang lembut apabila dimakan dan memiliki rasa yang khas. Tambahan lain, harga rotinya pun relatif terjangkau. Roti yang saya beli hanya seharga Rp. 4.000,- sepotong. 

Selai srikaya dalam kemasan yang saya beli

Seusai berkunjung dari toko roti Ganda keingintahuan saya tentang becak motor Siantar mulai membuncah lagi. Saya lalu menghampiri seorang tukang becak yang nampaknya sibuk membersihkan dan mereparasi becak motornya. “Ini memang motor lama. Punya saya ini buatan tahun 1941. Sedangkan yang ini (menunjuk becak motor di depan) buatan tahun 1952”, kata Bang Joni menjelaskan. Motor klasik yang memiliki merk BSA (yang belakangan saya tahu adalah singkatan dari Birmingham Small Arms) ini ternyata adalah motor sisa-sisa dari perang dunia kedua. Yang membawa ke Indonesia adalah Belanda. Sebenarnya tidak hanya di Siantar saja yang terdapat motor ini. Motor yang berasal dari Inggris ini ada juga di Medan, bagian lain Sumatra, bahkan Jawa. Tetapi yang terbanyak dan digunakan sebagai alat transportasi becak hanya di Siantar. “Cara pemeliharaan motor ini juga tidak terlalu rumit dan relatif gampang”, lanjut lelaki gempal yang sudah bertahun-tahun jadi tukang becak ini.

Masih banyak yang ingin saya tahu tentang becak unik ini. Tetapi waktu saya tidak banyak. “Kalau mau keliling-keliling Siantar naik becak motor ini ongkosnya Rp. 25.000,-“, kata Bang Joni menutup pembicaraan kami. Setelah berjabat tangan dan mengucapkan terimakasih, saya pun berpamitan. Sayang sekali saya tidak punya waktu banyak untuk mengelilingi kota kelahiran Adam Malik ini. Selama perjalanan menuju Medan pikiran saya menerawang. Kapan saya bisa berkunjung ke kota ini lagi? Kapan saya bisa menikmati denyut dan napak tilas sejarah kota ini sambil  menaiki becak motor? Tetapi saya cukup senang memiliki kenangan walaupun hanya sebentar di Siantar.

Logo merk BSA (Birmingham Small Arms) tercetak di mesin motor

Becak motor unik khas Siantar yang gagah, tampak samping (photo by Anna Mariana)