My Cycling Weekend: Kuburan China Mata Ie


“Yuk night riding ke kuburan china di Mata Ie”, ajak seorang sahabat kepada saya suatu ketika. Night riding -istilah jamak yang berarti berkendara sepeda di malam hari- di kuburan? Ini sepedaan apa uji nyali? Perlu persiapan mental yang berlebih sepertinya untuk night riding menyusuri kuburan. Dan saya sadar diri, daripada nanti kenapa-kenapa, saya memutuskan untuk tidak menerima ajakan sahabat saya itu. Bukan.. Bukan karena takut lho ya. Cuma buat jaga-jaga aja. Belum siap kalau ternyata bertemu dengan “sesuatu” di jalan. Beda lho ya takut sama belum siap!? :p

Karena kalau siang hari resiko keamanan lebih terjamin dibandingkan dengan malam hari, saya dan beberapa teman pun mengeksekusi rute penyusuran kayuhan sepeda ke kompleks Kuburan China di Mata Ie pada akhir pekan lalu. Rute ini adalah rute baru bagi saya. Masih ingat dengan cerita saya Telusur Mata Ie? Rute level 2 yang dimaksud oleh sahabat saya, Tardi, adalah rute Kuburan China ini. Rute yang pendek dan mudah sebenarnya. Tapi karena kami sudah cukup lama absen dari rutinitas bersepeda akhir pekan, rute pendek inilah yang kami pilih untuk pemanasan bersepeda susur rute yang (mungkin) lebih berat di akhir pekan berikutnya.

20131124-IMG_7341

Kuburan China

20131124-IMG_7357

Setapak yang membelah kompleks kuburan

Warna langit putih keabuan datar tanpa sedikitpun biru menghias saat kami sampai di depan gerbang kompleks kuburan. Langit yang jelek untuk berfoto. Tapi bagus juga sih, kami jadi terhindar dari sengatan matahari. “Assalamualaikum”, entah berkelakar entah serius, seorang teman mengucap salam begitu masuk ke kompleks kuburan. Tentu saja tak ada selain kami yang menjawab salam itu. Sunyi menyelinap. Saya hentikan sepeda dan mengitarkan pandangan ke segala penjuru. Tenyata cukup luas areal perkuburan ini. Pepohonan kamboja berbunga putih menghias rapi di antara barisan kuburan. Saf rapi kuburan tak sebanding dengan kondisinya. Banyak kuburan yang terlihat tidak terawat. Tumbuhan perdu menyemaki bagian-bagian kuburan. Pun dengan rerumputan tinggi. Apakah sanak saudara dari penghuni kubur itu alpa membersihkannya?

Kayuhan kami bergerak semakin masuk ke dalam kompleks. Ternyata bukan hanya kami yang berada di areal kuburan ini. Kami sempat bertemu dengan seorang bapak paruh baya yang sepertinya sedang membersihkan beberapa makam. Terlalu asyik, bapak itu tak mengacuhkan kami. Sambil terus mengayuh pikiran saya melayang. Pertanyaan-pertanyaan terlintas dalam kepala saya. Apakah kompleks ini satu-satunya kuburan China di sekitaran Banda Aceh? Bagaimana sejarah tempat ini? Kenapa dipilih tempat di bawah bukit Mata Ie ini sebagai peristirahatan terakhir orang China? Apakah semua orang keturunan China yang ada di Banda Aceh dan sekitarnya saat meninggal dikuburkan di sana? Pertanyaan-pertanyaan yang saya tidak tahu jawabannya. Tapi saya tahu pasti, orang China dan keturunannya, walaupun ras minoritas di Banda Aceh dan sekitarnya, mendapat tempat yang terhormat. Terlindung di bawah dinding bukit yang masih dihiasi tajuk-tajuk lebat pepohonan, sebuah tempat adem yang saya rasa sangat pantas menjadi tempat peristirahatan terakhir mereka.

20131124-IMG_7350

Kami membelah kompleks kuburan

20131124-IMG_7390

Berfoto usai melintas kuburan

Kereta angin kami melambat saat kami berbelok ke kanan menjauhi kompleks kuburan menuju jalanan menanjak. Di ujung jalan, kami berhenti dan menatap makam-makam berjejer dari atas. Indah berderet rapi, walaupun terlalu jauh untuk bisa saya abadikan menggunakan kamera saku saya. Sambil rehat, kami seolah diawasi oleh Seulawah di kejauhan. Sepertinya kemana pun kami bersepeda, sosok Seulawah selalu menemani. Dan kapan saja kami menyapa Seulawah, selalu mempesona.

Semakin jauh meninggalkan kompleks perkuburan, pemandangan yang kami temukan (lagi-lagi) semakin mengiris hati. Apa lagi kalau bukan pengerukan bahan galian yang semakin hari semakin tidak enak dipandang. Berdempetan dengan bukit berceruk itu, kami temukan juga onggokan-onggokan sampah rumah tangga dari penghuni kompleks perumahan dekat sana. Terpaksa kami menahan napas saat melewatinya. Tidak bisakah membuang sampah dalam tempat tersendiri yang bisa diambil oleh tukang sampah keliling kompleks perumahan? Atau, mungkinkah kompleks perumahan yang terlihat cukup elite itu tidak ada tukang sampahnya? Semoga saja mereka buang sampah di perbukitan bukan karena tidak peduli ya. Untung saja di akhir perjalanan langit mulai membiru lagi dan semilir angin yang membelai nyiur membawa pemandangan indah. Cukup untuk mencerahkan hati usai melihat perbukitan yang semakin berlubang dan kotor oleh sampah.

20131124-IMG_7366

Seulawah menyapa

20131124-IMG_7397

Biru langit menemani nyiur melambai