Cara Kami Edukasi Seks Kepada Anak Sejak Dini
Edukasi seks sejak dini, kenapa enggak? Karena seks itu tabu? Jorok? Porno? Eits, sebaiknya hilangkan jauh-jauh deh pikiran itu. Padahal faktanya, seks itu alamiah dan manusiawi. Bahkan seks juga menjadi suatu kebutuhan bagi manusia dewasa layaknya makan dan minum. Tanpa adanya hubungan seksual, tentu tak ada kita semua kan. Seks dan kehidupan itu hal yang deket banget. Sesuatu yang alami dan fitrah seperti seksual menurut kami tak perlu disembunyikan dari anak-anak. Cuma kita sebagai orang tua harus bisa menjelaskan sesuai porsi dan usianya.
Beberapa hal yang cukup mengkhawatirkan kami adalah sekarang ini cukup banyak anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual. Menurut KPAI, pada tahun 2018 terdapat 228 kasus terdiri dari kekerasan fisik dan kekerasan seksual yang kerap dilakukan oleh pendidik, kepala sekolah dan juga peserta didik. Pada Januari – Juni 2019 tercatat total 73 kasus kejahatan seksual di sekolah yang melibatkan anak sebagai korbannya. Ada banyak kasus pula anak dan remaja melakukan seks bebas dan hamil di luar nikah. Belum lagi makin banyak pula penderita HIV karena seks bebas dan penyimpangan-penyimpangan seksual. Menurut saya, kasus-kasus yang kita lihat pada berita di TV atau kita baca di media cetak dan online itu masih sebagian kecil yang terkuak. Kasus-kasus berkaitan dengan seksualitas dan anak yang tak terkuak di masyarakat saya yakin ada lebih banyak lagi. Fenomena gunung es kata orang. Karena itulah, menurut saya dan istri, edukasi seks sejak dini kepada Bara, anak kami, sangat penting dilakukan. Biar Bara memperoleh pemahaman seks yang benar sesuai fitrah dan sesuai dengan usianya. Sehingga ia dapat menjaga kesehatan organ vitalnya serta menjaga diri dari kejahatan seksual.
Cara saya menjelaskan tentang seks kepada Bara adalah dengan pendekatan sains dan agama. Sejak Bara bayi, kami menyebut organ vital dengan nama ilmiahnya, yaitu penis. Bara tak tahu apa itu titit, apa itu burung. Tahunya ya penis. Saya masih ingat sekali 2 tahun lalu Bara bertanya tentang kelaminnya seusai mandi. Seperti ini celotehnya waktu itu:
Konsep aurat di agama islam juga sudah kami kenalkan kepada Bara sejak kecil. Kami mengenalkan bahwa area yang tertutup pakaian itu tidak boleh dilihat orang lain. Sejak Bara bayi pun tak pernah kami biasakan hanya pakai pakaian dalam untuk beraktivitas di dalam rumah dan di luar rumah. Dan seiring usianya bertambah, Bara juga tak pernah meminta lagi telanjang mandi di halaman luar dan malah mulai muncul rasa malunya kalau ganti pakaian. Sekarang pun sudah mulai kami bilang juga kalau nanti Bara sudah bisa cebok abis buang air besar sendiri, mandi sendiri, dan ganti pakaian sendiri pun Bapak dan Ibu tak boleh melihat organ vitalnya.
Selain dengan cara memberi tahu langsung, kami juga sering mengedukasi Bara melalui lagu dan cerita. Salah satu lagu yang sangat bagus untuk edukasi adalah “Sentuhan Boleh”. Lagu yang mengajarkan anak bahwa sentuhan yang boleh dilakukan orang lain kepada kita dan sebaliknya adalah kepala tangan dan kaki. Dan tidak boleh menyentuh anggota badan yang tertutup baju dalam.
Dan untuk cerita, ada sebuah buku bagus banget yang berisi 10 cerita tentang edukasi seks dan melindungi diri dari kejahatan seksual. Nama bukunya adalah Aku Anak yang Berani, Bisa Melindungi Diri Sendiri karya Watiek Ideo. Saya punya buku tersebut sudah lama. Tapi baru beberapa bulan terakhir sejak Bara masuk sekolah TK mulai sering saya bacakan. Isi bukunya sangat menarik dan sangat pas dengan logika berpikir dan pemahaman anak-anak.
Salah satu yang paling saya suka adalah cerita tentang asal adik bayi. Tak jarang banyak orang tua bingung menjawab pertanyaan asal adik bayi itu bukan? Jawaban bohong atau asal jawab pun biasanya jadi solusi bagi orang tua. Tapi di buku tersebut diberi tahu bahwa adik bayi berasal dari sel-sel Papa dan Mama. Sel atau bagian terkecil tubuh manusia itu disatukan dengan cara khusus setelah Papa dan Mama menikah. Belum perlu kita jelaskan cara khususnya bagaimana kok. Karena anak-anak juga belum perlu penjelasan itu.
Cerita-cerita lain seperti perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, buang air harus di toilet, anggota badan yang tak boleh disentuh orang lain, dan banyak lagi. Total ada 10 cerita plus tips mencegah kejahatan seksual pada anak. Makasih bangetlah sama mbak Watiek Ideo yang sudah nulis buku ini. Sangat membantu kami sebagai orang tua memberikan edukasi pada anak.

Aku Anak yang Berani Bisa Melindungi Diri Sendiri karya Watiek Ideo
Jujur kepada anak saat ia menanyakan tentang hal yang berhubungan dengan seksual juga menjadi salah satu cara jitu untuk mengedukasi. Seperti beberapa waktu lalu saat Bara kami ajak nonton film Spider-Man Far From Home (yang ratingnya Semua Umur di bioskop XXI ternyata ada adegan ciuman) melihat adegan ciuman, ia langsung bilang, “wah, ciumnya kayak bapak sama ibuk”. Karena Bara juga sudah sering melihat saya dan istri berciuman bibir, kami jelaskan bahwa ciuman itu tanda sayang. “Kalau ciuman bibir ketemu bibir itu hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa. Kalau anak-anak ciumnya di kening atau pipi. Kayak Bapak sama Ibuk kan kalau sayang Bara di pipi atau kening”, kata kami menjelaskan.
Dan sepertinya edukasi yang kami ajarkan kepada Bara mulai masuk ke pikirannya. Beberapa hari terakhir Bara cerita kepada kami bahwa ada temennya di sekolah yang suka ikut Bara ke toilet dan melihat penisnya. Ada juga temannya yang suka megang pantat dan penis Bara. Bara tidak nyaman sama temannya itu dan dia berani bilang tidak mau / tidak boleh dan bahkan melaporkan ke Ibu Guru. Mungkin teman Bara tersebut belum mengerti bahwa memegang dan melihat organ vital orang lain itu tidak sopan, sehingga bercandanya seperti itu. Dan saya sangat bangga dengan Bara yang berani membela diri. Semoga ia selalu bisa menjadi anak berani yang mampu melindungi diri sendiri.
Kami percaya menjadi orang tua itu memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak enteng. Dan memberikan edukasi seks sejak dini kepada Bara dan adik-adiknya Bara nanti adalah salah satu bentuk kecil menunaikan tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang tua.
Tabik.