Menyongsong Mentari Pagi di Sabang
Climb up on some hill at sunrise. Everybody needs perspective once in a while, and you’ll find it there -Robb Sagendorph-
Suasana masih gelap saat saya menyusuri jalanan di Pulau Weh dengan motor menuju sisi timur pulau. Entah kenapa usai subuh saya begitu bersemangat ingin melihat sunrise di pulau dimana 0 km Indonesia dimulai ini. Tujuan awal saya adalah pantai Sumur Tiga. Namun pagi itu sang surya enggan menyingsing dari laut sekitar Sumur Tiga. Terbukti cahaya dari sang surya masih tampak remang-remang di timur jauh. Gas motor pun saya putar kencang kembali menyusuri jalanan. Walaupun sepi tapi jalanan di Pulau Weh ini membutuhkan refleks yang cekatan karena ketika hari masih gelap banyak sekali lembu yang dibiarkan liar memblokade jalanan. Beberapa kali saya terpaksa menginjak rem secara mendadak untuk menghindari tabrakan dengan para lembu yang masih bersantai. Mungkin dalam hati mereka juga terganggu dengan kehadiran saya.
Cahaya sang surya mulai tampak lebih terang dan jelas ketika saya berada di daerah Anoi Itam. Saya pun berbelok ke tempat yang dulunya merupakan Benteng Jepang. Memandang ke arah timur, rupanya sang surya masih betah bersembunyi di peraduan. Yang tampak jelas di kejauhan adalah siluet gunung Seulawah yang berada di Pulau Sumatra. Ini pasti akan menjadi pemandangan sunrise yang sangat indah.
Usai memarkir motor, saya menjejak setapak menuju ke puncak bukit kecil yang di atasnya berdiri kokoh benteng peninggalan Jepang. Cukup terengah saya menuju ke atas. Serta merta saya menyesal ketika bangun pagi tadi tidak minum air putih. Dan lebih menyesal lagi karena saya juga tidak membawa air minum yang bisa meredakan dahaga. Terlihat cahaya sang surya mulai terang. Tapi tetap saja dia masih sembunyi entah di balik awan atau di balik gunung. Saya kemudian masuk ke dalam bangunan benteng. Dan terlihatlah dengan jelas sudut pandang tentara Jepang dahulu dalam memata-matai musuh di lautan. Tersembunyi di dalam benteng, saya merasakan damai dan aman.
Lihatlah sang surya itu. Dia pasti terbit. Walaupun tertutup awan, tertutup gunung ataupun mungkin di tempat lain tertutup asap, debu, dan kabut, sang surya pasti akan selalu membuka hari tanpa jera. Walaupun di hari sebelumnya panas sang surya kalah dengan dinginnya hujan. Bahkan, di belahan bumi lain malah kalah dengan dinginnya salju. Tapi dia tetap memberikan kepastian membagi hangat sinarnya untuk kita semua.
Tiba-tiba saya tersadar, sang surya yang terbit hari ini tidak hanya mengawali sebuah pagi di bulan November, tetapi juga seperti mengajari saya tentang harapan di masa depan yang cerah. Whatever happened in the past stay in the past. Kegagalan, kesedihan, masalah, atau apapun hal buruk di masa lalu tidak perlu diingat dan dipikirkan. It’s time to move on. Dan pada akhirnya saya pun menemukan maksud dari quote Robb Sagendorph di atas. Saya menemukan perspektif dan sudut pandang sendiri ketika menyongsong mentari pagi ini.
Jarum jam menunjukkan pukul 06.45. Dengan langkah kaki ringan saya mulai menjauhi benteng tanpa sempat melihat bulatan mentari muncul di langit.
cantiknyaaaa….lihat matahari terbit selalu bikin semangat 😀
SukaSuka
setuju, menyaksikan matahari terbit selalu membuat semangat 🙂
SukaSuka
benteng jepang ini emang memorable, seneng banget buka folder yang ada foto2 di sini. kebetulan pas ke sini, langitnya biru cerah. Ngejar sunrisenya di sumur tiga aja. what a lucky day 🙂
SukaSuka
Yuk Di kesini lagi 😛
SukaSuka
Cantik! Cita-cita pengen ke Pulau Weh lagi nanti kalau udah ada suami (amin..). Semoga bisa lebih lama biar bisa eksplor lebih banyak. 🙂
SukaSuka
Amiiinn.. Hehehe.. Semoga segera bisa eksplor Pulau Weh 🙂
SukaSuka
Wow sunrisenya menarik sekali mas Ari 🙂 ) sayang waktu ke Sabang gak liat sunrise dari sini. Tapi foto-foto mas ari sudah melepas rasa penasaran 😀 hehe
SukaSuka
Next time ke Sabang, Yudi harus kesini. Pasti lebih bagus kalo difoto sama Yudi 🙂
SukaSuka
Fotonya kereeeen…udah pernah ke situ, tapi pas siang 🙂
SukaSuka
Makasih mbak 🙂
SukaSuka
Ping balik: Rangkuman Perjalanan 2012 « The Science of Life
Ping balik: Sunrise Romantis di Pulau Weh | The Science of Life
Ping balik: Pesona Bahari Sabang, Primadona Pariwisata Aceh | The Science of Life
Ping balik: Pesona Bahari Sabang, Primadona Pariwisata Aceh | anak air asin